Tuhan atau Agama, mana yang anda pilih ?
Ada banyak agama di dunia ini. Masing2x mereka mempunyai ajarannya sendiri. Manakala suatu agama tidak lagi dijalankan dengan dilandasi pemikiran & hati nurani melainkan dijalankan dg dilandasi ajaran doktrin & menganut asas “pokoknya”, akan membuat seorang penganut agama menjadi dibutakan oleh fanatisme akan kebenaran apa yg diyakininya sendiri tanpa membuka hati & pikirannya lebih jauh.
Pada saat pemeluk agama saling bertikai, pada saat orang berperang dan membunuh hanya karena perbedaan, banyak orang berpikir kenapa bisa jadi begini? Kenapa agama yg seharusnya jadi acuan untuk bersikap & bertindak lebih baik, justru menjadi pangkal permasalahan untuk saling menghancurkan dan saling membunuh? Hal ini telah membawa banyak orang yg (maaf) malas berpikir telah dg mudah menyimpulkan bahwa sesungguhnya semua agama itu sama, semua agama itu benar (termasuk semua ajarannya?), meskipun pandangan ini akan berarti juga mengatakan bahwa tidak ada kebenaran yg hakiki (absolute), dan bahwa kebenaran itu adalah relatif, yaitu tergantung melihatnya dari pandangan siapa (benarkah bahwa Tuhan tidak pernah membuat suatu kebenaran yg hakiki dan hanya membuat suatu kebenaran yg relatif?). Bahkan lebih celaka lagi ada yg lantas menyimpulkan bahwa agama memang adalah sumber perpecahan, maka tidak layak untuk diikuti (Tuhan membuat suatu ajaran perpecahan? Atau apa mungkin Tuhan memang tidak pernah membuat agama?). Mereka mengatakan hanya akan percaya pada Tuhan secara langsung, tanpa membutuhkan lagi agama. Sebab apa gunanya memeluk suatu agama jika hanya menjadi sumber perpecahan dg orang lain? (Saat itu mungkin tanpa mereka sadari, sang Iblis sedang terkekeh-kekeh menertawai mereka..)
Benarkah pandangan demikian? Benarkah pandangan bahwa semua agama adalah sama? Benarkah tidak ada kebenaran hakiki itu, dan yg ada hanyalah kebenaran yg relatif? Atau bahwa agama adalah sumber perpecahan yg tidak layak untuk diikuti? Bahwa sebaiknya beragama saja tanpa ber-Tuhan karena banyak orang yg saling bertikai, berperang, dan membunuh dg mengatas-namakan Tuhan? Atau sebaiknya ber-Tuhan saja tanpa ber-agama karena justru ajaran agama-lah sebenarnya yg menjadi sumber perpecahan, jadi cukup dg percaya pada Tuhan dan berbuat baik, titik.
Baiklah, kita akan coba analisa satu per-satu. 🙂
Kalau misalnya semua agama itu sama dan bertujuan untuk menyembah Tuhan yg sama, mengapa justru pada kenyataanya semua agama itu ditampilkan berbeda?
Kalau anda mengatakan semua agama itu menyembah Tuhan yg sama, apakah anda tahu kalau dalam agama Budha itu tidak ada figur Tuhan seperti dalam konsep agama2x pada umumnya? (saya juga pernah berdiskusi dg umat Budha intelek, seorang yg juga mengaku “beragama dg logika” bukan dg doktrin, yg telah meninggalkan agama lamanya Kristen Katolik, sebelum akhirnya singgah di agama Budha, tentang konsep ketuhanan dalam Budhism).
Dalam agama Budha tidak ada konsep Tuhan yg menciptakan seluruh alam semesta spt umumnya terdapat dalam agama2x lain.
Di sana juga tidak ada konsep Tuhan yg menjadi hakim penentu dalam timbangan amalan baik & buruk dari seorang manusia, yg ada adalah konsep reinkarnasi spt yg dipercaya umat agama Hindu yg ditentukan oleh “Karma”, karma baik akan membawa kelahiran kembali yg lebih baik, karma buruk akan membawa kelahiran kembali yg buruk, bahkan menjadi bisa makhluk yg lebih rendah spt binatang.
Apa yg dianggap “Tuhan” oleh orang Budha awam dan dibuatkan patungnya untuk disembah adalah sosok manusia bernama Sidharta Gautama (yg sebelum menyampaikan ajarannya sebenarnya adalah seorang beragama Hindu) sang pencetus ajaran itu yg sebenarnya memang tidak pernah mengaku sbg Tuhan, hanya sbg orang yg telah berhasil mencapai tingkat spiritual tertinggi yg disebut dg “Nirwana”. Ia dianggap sbg Tuhan karena ia dianggap maha melihat, maha mendengar, maha bijaksana, maha pengasih dan penyayang, dan maha2x yg lain kecuali maha pencipta, yg sebenarnya ia dianggap punya kemampuan demikian adalah karena taraf spiritualnya yg telah mencapai Nirwana itu tadi. Apakah hal ini sama dg di agama2x lain spt Islam, Kristen, dan Hindu yg menyatakan adanya Tuhan yg menciptakan alam semesta ini, dan yg menjadi hakim penentu dalam timbangan amalan baik buruk dari seseorang?
Kalau agama Hindu menyatakan manusia itu harus dibedakan pada berbagai tingkatan derajat yg dinamakan sistem Kasta (yg tertinggi adalah kasta “Brahmana” bagi para pendetanya dan terendah adalah kasta “Sudra” untuk orang pekerja biasa), dan mempunyai bermacam-macam Tuhan (beberapa orang India beragama Hindu yg saya kenal mempunyai “Tuhan”-nya sendiri2x yg berbeda satu sama lain yg mereka pajang gambarnya di rumah & meja mereka masing2x), apakah itu sama dg umat Kristen yg menyatakan mempunyai Tuhan yg “satu tapi tiga”, dan umat Islam yg menyatakan ke-Esa-an Tuhan secara murni dg syahadatnya bahwa “tiada Tuhan selain Allah” dan menyatakan bahwa semua manusia di hadapan Tuhan adalah sama ?
Apakah kalau agama Kristen menyatakan bahwa Yesus itu adalah Tuhan, adalah seorang putra Tuhan, seorang anggota dari “Tuhan yg satu tapi tiga”, kalau mereka menyatakan bahwa seorang Yesus yg juga makan, minum, tidur, lahir dan mati seperti juga manusia yg lain adalah seorang Tuhan, apakah sama dg Islam yg menempatkan Yesus sbg seorang manusia biasa (yg luar biasa) yg dipilih menjadi utusan Tuhan untuk bangsanya ?
Kalau Islam menetapkan bahwa syarat nomor satu untuk menjadi umat Islam adalah dg membuat pengakuan keimanan (syahadat) bahwa “tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, apakah umat Budha juga mengakui Allah sbg Tuhan, dan yg menciptakan alam semesta ini? Apakah umat Kristen juga mengakui Allah adalah Tuhan yg Esa, yg bukan “salah satu dari yg satu tapi tiga”? Apakah umat Budha, Hindu, Kristen juga mengakui bahwa Muhammad adalah seorang utusan Tuhan untuk seluruh umat manusia (termasuk mereka)?
Itu baru untuk agama2x besar dunia saja, belum lagi agama2x kecil lainnya yg bisa jadi mempunyai konsep ketuhanan dan ajaran yg juga berbeda jauh dg agama2x besar itu. Jadi apakah memang semua agama itu sama..?
Bila merujuk pada apa yg dipercayai oleh umat masing2x agama, sangat jelas semuanya tidak sama.
Orang yg mengatakan semua agama adalah sama, bila merujuk pada apa yg diyakini umat masing2x agama, (secara umum menurut pandangan umat masing2x agama) pada hakikatnya adalah seperti bukan orang beragama.
Karena kalau seseorang berpendapat semua agama adalah sama, maka dia harus menyetujui bahwa konsep Tuhan dan semua aturan dalam semua agama adalah sama.
Dan bila ia melakukan itu, bisa jadi dalam pandangan umum umat masing2x agama ia sudah dianggap murtad dan kafir dalam setiap agama (jadi sebenarnya saat itu ia seperti tidak sedang memeluk agama apapun..! 🙂 )
Juga bila semua agama adalah sama maka tidak ada masalah jika anda memeluk agama apapun ataupun berpindah ke agama apapun setiap bulannya. Jadi kalau ada seorang Islam yg berkata spt itu, mestinya tidak masalah kalau ia harus pindah ke agama Kristen, Hindu, Budha, dll. sesering mungkin, demikian juga sebaliknya. Tapi apakah mereka mau? Tidak. Mereka tidak mau. Sangat sulit bagi seseorang untuk bisa berpindah agama, hanya mereka yg benar2x telah menemukan alasan yg tepat secara pribadi-lah yg mampu melakukannya. Kalau begitu apakah mereka benar2x menganggap semua agama sama? Tidak.
Sesungguhnya tidak pernah ada orang yg benar2x dari pikiran dan hati nurani-nya menyatakan bahwa semua agama adalah sama, hanya alasan2x tertentu untuk kondisi sosial-lah yg memaksa mereka untuk menyetujui hal itu.
Jadi semua agama memang berbeda kalau menurut ajaran yg diyakini umatnya masing2x secara subyektif, namun kalau anda mempelajari agama2x tsb langsung dari kitab sucinya (bukan semata-mata menurut apa yg diyakini umatnya), karena inti dari ajaran agama adalah kitab sucinya, dan juga mempelajari sejarah agamanya dan sebanyak mungkin informasi tentang agama tsb, anda akan menemukan hal2x yg sangat menarik. Contohnya adalah seperti yg sebagiannya sudah saya sampaikan pada anda melalui tulisan saya :
- Trinitas tidak ada di Alkitab, tapi “Trinitas” ada di Al-Qur’an
- Muhammad adalah nabi umat Hindu ?
- Hindu dan Islam ternyata sama ?
- Dan beberapa tulisan saya yg lain.
Lantas apakah benar pendapat bahwa tidak ada kebenaran yg hakiki, karena semua kebenaran adalah relatif, tergantung dari siapa yg memandang, dan hal ini terbukti dalam ajaran agama yg berbeda-beda? Sedangkan tidak mungkin Tuhan mengajarkan hal yg salah pada manusia..?
Penganut paham ini memang umumnya menyimpulkan pendapatnya berdasar dari berbedanya ajaran masing2x agama, sedangkan agama pasti akan mengajarkan kebaikan dan kebenaran dari Tuhan, karena itu-lah mereka berpendapat bahwa kebenaran itu pastilah hanya merupakan hal yg relatif, yg berbeda antara satu orang dg orang lain, yg berbeda antara satu agama dg agama lainnya, tapi semuanya bernilai kebenaran.
Sesungguhnya hal ini juga berhubungan dg pembahasan di atas tadi, bahwa semua agama itu sama atau berbeda adalah umumnya hanya disimpulkan secara gampang dari apa yg menjadi keyakinan dari umatnya saja, tanpa mau susah2x untuk mencarinya lebih jauh.
Sedangkan apa yg dipahami dan diyakini oleh umat suatu agama adalah belum tentu merupakan ajaran yg terdapat dalam kitab sucinya,
karena banyak hal yg bisa mempengaruhi ajaran suatu agama saat disampaikan pada umat, seperti budaya setempat, pemikiran & pendapat pribadi si pendeta/ulama, dan ajaran2x lain yg sebenarnya tidak diajarkan oleh ajaran dalam kitab sucinya.
Jadi kalau orang mau lebih “ke dalam” untuk mencari informasi dg mempelajari kitab suci, sejarah, dan sebanyak mungkin informasi tentang agama2x tsb, insyaallah ia akan menemui hal2x menarik yg mungkin bisa sangat berbeda dg pemahamannya selama ini (bahkan mungkin dg apa yg didapat dari ajaran para pendeta/ulamanya sekalipun). Karena sesungguhnya pasti ada yg dinamakan kebenaran hakiki itu.
Tuhan tidak mungkin tidak membuat suatu kebenaran yg hakiki.
Disamping kebenaran relatif yg memang ada, pasti juga ada kebenaran yg hakiki, sedangkan di dunia saja banyak hal yg dapat menjadi contoh adanya kebenaran yg hakiki itu, kebenaran yg (seharusnya) sama benarnya dalam semua pandangan orang (dan dalam pandangan semua agama)
Jadi jangan cepat mengambil kesimpulan bahwa semua agama itu memang sama ataukah semua agama memang berbeda, apakah kebenaran hakiki itu ada ataukah yg ada hanya kebenaran relatif saja. Hanya dengan mempelajari agama2x lebih dalam dari kitab2x sucinya, sejarahnya, dan informasi2x lainnya, kemudian membuat studi komparatif diantara mereka dg jujur dan obyektif berlandaskan pemikiran dan hati nurani-lah yg akan dapat membawa seseorang lebih mudah dalam memahami permasalahan ini.
Bagaimana dg pandangan bahwa sebaiknya beragama saja tanpa ber-Tuhan karena banyak orang yg saling bertikai, berperang, dan membunuh dg mengatas-namakan Tuhan?
Dalam pandangan saya, sesungguhnya yg layak bisa disebut sebagai agama itu adalah yg bernilai “ketuhanan”, artinya mengajarkan unsur2x ketuhanan. Bila sebuah agama tidak mengajarkan unsur ketuhanan bahkan menolak adanya konsep “Tuhan”, ia tidak ada bedanya dg ajaran filsafat dan ajaran kebaikan buatan manusia lainnya.
Sesungguhnya banyak hal yg akan jadi “pertanyaan besar” apabila orang hanya beragama saja tanpa ber-Tuhan. Pada siapakah kita tujukan kalau berdoa dan mengadu bila hati sedang kering dan galau? Kekuatan apakah (atau siapakah) yg membangkitkan manusia dari kematian pada hari kiamat nanti? Ataukah tidak ada hari akhirat dan kehidupan manusia berakhir setelah kematiannya di dunia ini? Lantas apa tujuan manusia lahir dan hidup di dunia ini dg kondisi yg seperti ini?
Ataupun siapakah yg telah menciptakan alam semesta beserta isinya yg sangat menakjubkan ini? Siapa pula yg mengaturnya menjadi demikian teratur, misalnya spt bumi berputar mengelilingi matahari, bulan mengelilingi bumi, bumi punya atmosfir untuk melindungi bumi dari radiasi matahari, manusia dan hewan masing2x mempunyai struktur tubuh dan metode pencernaan yg berbeda-beda dan bekerja dg sistem yg sungguh luar biasa, dll. dll. ? Bagaimana semua itu ada dan berjalan? Begitu saja? Tidak adakah yg menciptakan semua kedahsyatan itu? Sedangkan kalau tulisan di blog anda dikatakan tidak ada yg menciptakan, atau ada dan muncul secara tiba2x saja mungkin anda tidak akan terima, bagaimana bisa manusia mengatakan kalau semua sistem yg ada dan bekerja dg luar biasa itu tidak ada yg menciptakan, tidak ada yg mengatur, dan sudah ada begitu saja..? Butuh pemikiran yg jernih untuk menjawabnya.
Lantas kalau bukan ajaran dari Tuhan, agama yg dianut itu menggunakan ajaran buatan siapa? Buatan manusia? Sesuatu yg dibuat oleh manusia tidak pernah mampu mencapai nilai sempurna yg mampu menyelesaikan semua masalah.
Singkatnya,
akan banyak sekali pertanyaan dari logika normal yg perlu dijawab (dan akan sulit sekali dijawab) kalau manusia hanya beragama tapi tanpa ber-Tuhan.
Jadi mestinya hal ini juga tidak benar. Harus ada konsep yg lebih baik dari itu.
– Bersambung ke bagian 2 –
——————-
(Tulisan ini tadinya diposting dulu bagian pertama-nya, dan baru dibuat yg kedua. Dan sempat dibuat jadi dua tulisan (part1 & part2) karena kuatir terlalu panjang dan membuat bosan membacanya 🙂 , tapi karena part2-nya ternyata tidak terlalu panjang, jadi lantas saya gabung lagi jadi satu tulisan. -rkh-) 🙂
——————
– Bagian 2 –
Lantas bagaimana dg yg mengatakan bahwa mereka tidak perlu mempercayai agama, hanya perlu percaya pada Tuhan, melaksanakan keinginan Tuhan, dan berbuat baik..?
Benarkah pendapat hanya percaya pada Tuhan, bukan pada agama, adalah pilihan yg bagus? Biasanya orang punya pandangan spt ini kalau ia menganggap semua agama adalah salah dan/atau agama hanyalah sumber perpecahan yg tidak pantas untuk diikuti.
Coba kita analisa masalah ini.
Anggaplah semua orang menganut pemikiran yg sama dg itu, lalu tidak ada lagi orang yg menganut suatu agama, mereka hanya merasa perlu mengenal Tuhan dan berbuat baik tapi tanpa melalui agama. Kira2x apa yg akan terjadi? Satu hal yg perlu dijawab di sini adalah bisakah orang mengenal Tuhannya tanpa melalui agama? Kalau anda ditanya seperti apakah Tuhan itu? lalu anda menjawab : Tuhan itu yg menciptakan alam semesta, Tuhan itu Maha Esa, Tuhan itu penuh kasih, dll, dari manakah anda mengetahui hal itu kalau bukan dari agama? Kalau misalnya anda lahir dan dibesarkan tanpa pendidikan agama sama sekali, apakah anda yakin pada saat dewasa anda akan mampu untuk mengetahui seperti apa Tuhan itu? Tidak. Kita semua merasa mengenal & mengetahui Tuhan itu seperti apa adalah melalui pendidikan agama yg kita terima sejak kecil, atau merupakan hasil pemikiran kita setelah dewasa yg masih berdasar pada pemikiran agama atau dg melakukan komparasi terhadap agama2x. Tanpa itu kita akan cenderung untuk “menciptakan” sendiri Tuhan yg sesuai menurut pemikiran & kehendak kita, tanpa kita mempunyai rel untuk membatasi imajinasi kita untuk “menciptakan” Tuhan versi kita sendiri itu. Dan bila sudah begitu, orang akan menjadikan diri mereka “lebih” dari Tuhan, karena mampu untuk “menciptakan” Tuhan mereka sendiri, sedangkan Tuhan saja tidak bisa menciptakan Tuhan, karena Tuhan bukanlah ciptaan, melainkan pencipta. Kalau ada sesuatu yg diciptakan, itu pasti bukan Tuhan.
Dan bila sudah demikian tidak akan ada lagi perbedaan misalnya dengan jaman jahiliyah pra Islam nabi Muhammad dahulu dimana orang bisa memilih & menciptakan Tuhannya sendiri, kemudian membuat patungnya, lantas menyembahnya. Tidak heran kalau pada jaman pra Islam nabi Muhammad dulu, di dalam Ka’bah konon terdapat ratusan “Tuhan” yg dibuat dalam berbagai macam bentuk dan bahan, lha setiap orang ingin membentuk sendiri Tuhan yg sesuai dg selera mereka tanpa ada yg membatasi…!
Jadi pandangan untuk tidak perlu mempercayai agama, hanya perlu untuk percaya pada Tuhan saja adalah pandangan yg bisa sangat menyesatkan.
Katakanlah ada orang2x yg mungkin saja mampu melakukannya (merefleksikan Tuhan dg benar tanpa melalui agama), berapa persen-kah jumlahnya dari keseluruhan jumlah umat manusia ? Dan selain beberapa gelintir orang yg mampu merefleksikan Tuhan dg benar itu, bisa jadi masih akan ada berjuta-juta “Tuhan” yg berbeda yg telah diciptakan oleh masing2x orang yg lain sesuai dg imajinasi, harapan, dan keinginannya akan figur Tuhan. Mampukah anda membayangkan apa yg akan terjadi dg kondisi seperti itu..?
Melaksanakan keinginan Tuhan..? Keinginan Tuhan yg mana? Bagaimana kita bisa tahu apa yg diinginkan Tuhan kalau kita tidak “mengenal-Nya” dg baik? Sedangkan sudah kita bahas diatas bahwa tidak mungkin kita bisa mengenal Tuhan dg benar dan mengerti apa yg diinginkan Tuhan tanpa melalui agama, dan
mencoba mengenal Tuhan tanpa melalui agama adalah dekat sekali dg kesesatan.
Berbuat baik..? Berbuat baik seperti apa? Apa patokan sebuah perbuatan itu adalah baik atau buruk? Ya, Agama! Tanpa itu orang akan cenderung untuk menetapkan sendiri standard baik & buruk. Lantas bila bukan agama, apa yg jadi patokan bahwa sebuah perbuatan itu baik bagi kita & orang lain, dan benar2x bernilai baik menurut Tuhan? Hukum setempat yg berlaku? Hukum produk manusia tidak pernah dapat menyelesaikan semua persoalan dg baik. Bila pembuat hukumnya kebetulan orang yg “benar”, maka hukum yg dibuat bisa bagus, tapi kalau pembuat hukumnya kebetulan seorang yg “tidak benar” maka apa yg mestinya benar bisa jadi salah, dan yg mestinya salah bisa jadi benar. Jadi apakah hukum yg berlaku selalu dapat dijadikan patokan berbuat baik? Tidak.
Sebab walaupun sangat mungkin seseorang bisa menjadi “orang baik” dg mengikuti agama apapun (bahkan tanpa beragama sekalipun) tapi tanpa bimbingan suatu fondasi yg benar sangat mungkin suatu saat nanti dia akan bisa tersesat karena menganggap tindakannya benar, padahal sebenarnya tidak. Berbuat baik bisa punya ukuran yg berbeda pada setiap orang. Hal ini karena “kebaikan” bagi seseorang belum tentu juga merupakan “kebaikan” bagi orang yg lain (ini sudah merupakan hukum alam), dan siapa yg menjadi hakim penilai kebaikan yg mana yg sesungguhnya adalah kebaikan yg hakiki dan bernilai di mata Tuhan? Tidak lain adalah Tuhan sendiri. Melalui apa? Melalui pikiran masing2x orang? Pikiran orang bisa tidak sama, dan manusia bukan mahkluk yg sempurna yg selalu mengetahui mana yg benar dan mana yg tidak benar. Lantas melalui apa? Ya, melalui agama tentunya.
Jadi pendapat bahwa manusia dapat berbuat baik saja tanpa menggunakan patokan agama adalah tidak mungkin dan dapat sangat dekat dengan kesesatan.
Dan karena orang mengenal perbuatan baik-buruk adalah dari agamanya, maka sangat penting untuk mengetahui apakah ajaran suatu agama adalah benar2x ajaran yg berasal dari Tuhan. Karena bila apa yg kita yakini itu ternyata bukan berasal dari Tuhan, tentunya suatu saat kita bisa terkena hukum alam bahwa produk buatan manusia itu tidak sempurna dan pasti mengandung cacat yg suatu saat bisa menjerumuskan kita pada kesesatan.
Nah kalau agama itu ternyata bukan berisi nilai2x dari Tuhan sendiri, apakah mungkin bisa 100% selalu memberikan penuntun yg baik bagi umatnya? Tentu tidak, manusia butuh agama yg benar2x bernilai ajaran Tuhan. Karena itulah manusia harus mencarinya. Bagaimana kita bisa tahu ajaran agama mana yg benar2x bernilai ajaran Tuhan? Ya dg mempelajari agama kita sendiri dan juga agama2x lain, dan melakukan studi komparasi terhadap semuanya. Bagaimana bisa mengetahuinya sedangkan semua agama (sepertinya) mengklaim dirinya sendiri yg benar?
Bersyukurlah bahwa Tuhan memberi manusia otak untuk berpikir dan hati nurani untuk “merasakan” sebagai perbedaan dg makhluk Tuhan yg lebih rendah spt binatang.
Kita harus memakai keduanya secara seimbang sesuai porsinya, karena kalau hanya salah satu saja malah bisa menimbulkan pemikiran2x yg aneh yg bisa malah “meng-agama-kan akal” atau “meng-agama-kan hati nurani”.
Yg harus dilakukan memang adalah beragama dg logika, yg menggabungkan akal & hati nurani di dalamnya.
Memang tidak semua orang mempunyai kualitas intelektual yg memadai untuk melakukannya, tapi setidaknya kalau anda dan semua komunitas blogger sudah bisa “nge-blog”, atau anda bisa membaca tulisan ini, mestinya berarti kualitas intelektual kita semua sebenarnya sudah mendukung untuk melakukan itu. Tinggal masalah mau atau tidak saja melakukannya.
Sedangkan untuk bisa menilai ajaran agama manakah yg paling benar dan dapat diandalkan sbg pegangan dan penuntun hidup, kita tidak bisa menentukan hanya dg melihat pemeluk agama tsb. Sebab
sangat mungkin seseorang tidak menerapkan dg benar apa yg diajarkan oleh agamanya, bahkan mungkin juga ia tidak mengetahui dg benar bagaimana sesungguhnya ajaran agamanya.
Cara terbaik untuk mengetahui seperti apa sebenarnya ajaran suatu agama, adalah dg mempelajari langsung dari kitab sucinya sebagai dasar dari agama tsb.
Tentu saja harus dilakukan dg dilandasi pemikiran dan hati nurani. Sebab tanpa itu, mempelajari agama juga bisa menyesatkan kalau salah dalam melakukan pemahaman kalau melakukannya dengan seenaknya.
Kesimpulan :
Tuhan dan agama adalah satu kesatuan yg tidak dapat dipisahkan.
Untuk beragama tidaklah dapat dilakukan tanpa adanya konsep ketuhanan di sana. Sedangkan untuk ber-Tuhan juga tidak dapat dilakukan tanpa dilandasi ajaran agama yg benar.
Berbuat baik adalah perbuatan baik yg bernilai di sisi Tuhan dan dilandasi dg ajaran agama yg benar yg dipahami dg logika yaitu yg berlandaskan pemikiran dan hati nurani.
Manusia tidak dapat menjalankannya secara terpisah-pisah, karena menjalankan bagian2x itu secara terpisah dapat menyeret manusia ke dalam jurang kesesatan.
Sedangkan kerusakan2x yg diakibatkan oleh pertikaian antar umat beragama itu adalah diakibatkan dari dijalankannya agama, ketuhanan, dan kebaikan itu tidak secara bersama-sama ataupun menjalankannya secara bersama-sama tapi tanpa dilandasi pemahaman yg berlandaskan pada pemikiran dan hati nurani, malah hanya didasarkan pada doktrin yg mencuci otak umat dan membuat mereka hanya menelan saja apa yg dijejalkan ke dalam otak mereka tanpa membiasakan umat untuk berpikir, menyaring, dan mendiskusikan apa yg mereka terima.
Maka untuk dapat memahami agama dg benar dan membuat hidup lebih tenang dan damai, tinggalkanlah pola pemahaman agama dg doktrin, dan biasakanlah untuk beragama dg logika, yaitu beragama yg dilandasi dg pemikiran dan hati nurani yg jernih agar dapat menjadi pencerahan pada umat, baik yg beragama sama maupun dg umat beragama lain.
Demikianlah sekelumit pembahasan saya mengenai ber-Tuhan dan ber-agama. Adakah yg akan anda pilih salah satunya? Setelah pembahasan saya diatas? Itu mutlak adalah hak anda, sebab anda sendirilah yg akan mempertanggung jawabkannya nanti. Atau anda ada pendapat lain..?
-rkh-
postingan bagus… 🙂
tapi saya cuma menyorot masalah kebenaran hakiki. saya yakin bahwa kebenaran hakiki itu ada. tapi masalahnya bukan soal itu. Manusia itu “relatif” sementara Tuhan itu “absolut”. Dengan premis demikian kita melangkah lebih jauh bahwa kebenaran hakiki adalah kebenaran yang berasal dari sumber yang absolut alias dari Tuhan (atau apapun namnya).
Lalu apakah manusia yang relatif itu bisa menjangkau kebenaran hakiki yang tidak seesensi dan tidak seeksistensi dengan dirinya ? Apakah itu berarti kebenaran yang manusia dapat selama ini akhirnya tetap menjadi “relatif” karena eksistensi manusia adalah “relatif” dibandingkan Tuhan yang absolut ?
Jika manusia bisa mencapai kearah kebenaran absolut itu, apakah itu tidak sama dengan menyatakan bahwa manusia telah mencapai tingkatan Tuhan dalam soal kebenaran ?
*sorry kalau berbelit, tapi menurut saya kebenaran hakiki adalah kebenaran yang out-there, dan dia tidak pernah disentuh oleh manusia. hanya Tuhanlah yang tahu seperti apa kebenaran itu, sementara “kebenaran” yang menjadi milik manusia sekarang hanyalah sebuah kebenaran relatif, atau dalam bahasa lainnya probabilitas yang memuaskan… 🙂 *
Eh, “beragama dg logika” itu apa bisa yah 😉
Manusia sekecil kita yang dipenuhi pikiran keduniawian mencoba melogika-kan Tuhan yang begitu besar.
Sepertinya segala rumusan untuk menjelaskan tentang Tuhan tidak bisa membuat manusia puas karena penjelasannya rumusan itu juga. Sesuatu yang bisa diterima akal atau logika manusia. Tuhan lebih dari sekedar logika dan rumusan saya rasa.
Tentang kebenaran hakiki, sepertinya komentar mas fertob diatas bagus:
-salam 🙂 –
———————-
rkh :
Bisa mas Sigid.. 🙂 beragama dg logika itu bisa dilakukan. Malah harus, tentu saja ada batasan2x tertentu untuk itu, tapi bukan berarti bahwa tidak bisa beragama dg logika, lantas hanya mengandalkan doktrin saja. Sepanjang kita mampu (dan dibolehkan oleh Tuhan) kita harus menggunakan logika dalam mencerna pesan2x Tuhan dalam agama. Karena manusia memang diberi otak untuk itu. Memang ada batasan2x bagi manusia untuk menggunakan logikanya, misalnya :
– Kalau Tuhan itu dikatakan sbg alfa dan omega, yg awal dan yg akhir, sejak kapan Tuhan itu ada ?
– Bagaimanakah Tuhan menciptakan alam semesta dan isinya ?
– Bagaimanakah kehidupan di akhirat nanti ?
Pertanyaan2x spt itu saya kira sudah berada di ranah hak-nya Tuhan yg tidak memberikan tempat pada akal manusia untuk mengetahuinya (sebagian mungkin akan diketahui manusia nanti, tapi sebagian lagi mungkin akan tetap jadi misteri), dan saat ini kita hanya bisa mencerna dari informasi yg diberikan Tuhan melalui agama. Jadi itulah memang fungsi agama, untuk menjelaskan ajaran dari Tuhan. Inilah yg harus dicerna dg logika, bukan seluruh eksistensi Tuhannya, kalau itu memang tidak mungkin. 🙂
Jadi beragama dg logika itu berbeda dg meng-agama-kan logika dan menuhankan logika
Apalagi ajaran agama sendiri memang menyuruh kita untuk menggunakan logika dalam beragama dan ber-Tuhan.
Dalam Al-Qur’an sangat banyak disebutkan bahwa sesungguhnya Islam & Al-Qur’an itu memang diperuntukkan bagi “orang2x yg berakal”.
Saya tadi juga sempat menengok sebentar ke blog anda. Tampaknya anda seorang pemeluk Nasrani (kalau salah tolong dibenarkan). Anda tahu kan dalam AlKitab ada ayat ini
MATIUS 22
22:37 Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
22:38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Sebenarnya juga masih banyak ayat2x lain dlm Alkitab (bisa belasan atau puluhan) yg menyatakan pentingnya akal budi dalam beragama, tapi nanti habis kolom komentar ini cuma buat ayat2x. 🙂
Mengasihi Tuhan berarti beragama (menjalankan ajaran Tuhan). Jadi menurut Yesus dalam Alkitab anda, beragama itu memang harus menggunakan akal pikiran dan budi pekerti. Jadi sebenarnya kita sama.. 🙂
Kalau misalnya ada pendeta atau ulama mengatakan berbeda, itulah yg saya bilang doktrin, kita harus kritis dan mencoba merujuk ke kitab suci, benarkah ajarannya spt itu? Spt yg saya katakan, ajaran agama akan lebih jelas kalau merujuk ke kitab suci, bukan hanya menelan apa kata orang yg belum tentu benar, meskipun dia pendeta/pastur/biksu/ulama/kiyai sekalipun. 🙂
Tentang kebenaran hakiki saya sudah jawab dalam tanggapan thd komentar mas fertop.
-Shalom- 🙂
iya, setiap orang memahami agama sesuai dengan kapasitas logikanya…….
—————
rkh :
Benar kang tutur, kalau manusia diberikan kemampuan menggunakan logika, artinya harus digunakan untuk apapun, terutama dalam memahami pesan2x Tuhan dalam agama. Sbg orang Islam, kang tutur tahu kan kalau Islam dan Al-Qur’an itu memang untuk “orang2x yg berakal”.
Dan sudah terbukti banyak kekacauan akibat orang memahami agama secara doktrinal, jadi apa kata yg mendoktrin ya dilakukan saja, spt para teroris yg ngakunya beragama Islam itu, tapi mau saja disuruh bunuh orang dg alasan agama, seperti Imam samudra dan Amrozi dlm kasus bom bali. Sedang dalam sejarah agama2x lain spt Kristen malah lebih banyak lagi.. 🙂
Tuhan juga pasti memberikan sesuatu untuk dicerna oleh manusia adalah sesuai kapasitasnya. Tuhan tidak menyuruh manusia untuk memahami hal2x tentang eksistensi Tuhan yg tidak mungkin dicapai spt yg saya tulis dalam tanggapan komentar mas Sigid, tapi untuk mencerna pesan2x-Nya dalam agama agar tidak tersesat keluar dari jalur yg diajarkan Tuhan untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. 🙂
@fertop
Halo mas fertop.. 🙂
Terima kasih.
Pandangan anda juga bagus. Dan orang memang boleh berbeda pendapat. Perbedaanlah yg membuat adanya diskusi.. 🙂
Manusia relatif dan Tuhan absolut itu anda lihat dari sisi mana? Misalnya kalau dari sisi yg berbeda dg sudut pandang anda tampaknya juga bisa berbeda. Bukankah dari sudut pandang masing2x agama, Tuhan itu justru relatif? Ada banyak sekali figur “Tuhan” yg berbeda dalam setiap agama (dan jelas2x konsepnya berbeda), tapi semuanya mengaku konsepnya benar dari Tuhan. Bukankah ini malah jadi relatif? 🙂
Sebenarnya anda terlalu tinggi memahami kebenaran hakiki dan relatif yg dimaksud dalam tulisan saya, dan cenderung mematoknya ke dalam figur “manusia” dan “Tuhan”. Jadi karena manusia tidak bisa “mencapai” level Tuhan (itu pasti..) maka kebenaran hakiki itu tidak pernah akan mampu dicapai oleh manusia. Itu memang benar. Tapi sebenarnya konteks bahasan saya bukan ke arah sana.. 🙂
Dalam tulisan saya, kebenaran hakiki yg saya maksud adalah “kebenarannya” sendiri, yg diluar dari figur Tuhan atau manusianya, serta kebenaran dalam konteks agama yg dipertentangkan oleh masing2x umat dan diklaim adalah milik mereka saja yg benar.
Kalau semuanya dianggap benar (padahal konsepnya jelas2x berbeda, spt yg saya ungkap diatas), apakah tidak berarti menuduh Tuhan itu plin-plan..? Tidak adakah informasi yg mengandung kebenaran mutlak/hakiki/absolute dari Tuhan yg diturunkan melalui agama pada manusia? Seharusnya ada. Dengan mengatakan semua klaim itu benar, berarti akan membuat Tuhan terlihat plin-plan. Misalnya bisa kita lihat pada beberapa contoh berikut :
Dalam masalah agama :
– Tuhan tidak akan mengatakan hal berbeda spt : Pada si A kalau Dia adalah yg menciptakan alam semesta ini, dan pada si B Dia bilang tidak menciptakannya, alam semesta sudah ada dg sendirinya.
– Tuhan tidak akan mengatakan pada saat yg sama : Pada si A bahwa Dia itu Esa dan tidak ada sesuatupun yg menyerupai Dia, dan saat bersamaan juga mengatakan pada si B bahwa Dia bisa berbentuk 3 pribadi, salah satunya berbentuk manusia.
Tuhan tidak mungkin plin-plan, jadi pasti tidak semuanya yg dianggap kebenaran dari Tuhan itu adalah selalu pasti benar kalau memang berbeda satu sama lain. Hukum logika menyatakan kalau ada dua hal yg bertentangan, maka tidak mungkin dua2xnya benar, salah satu pasti salah atau dua2xnya salah, tidak mungkin dua2xnya benar. Mungkinkah semuanya salah? Tidak mungkin. Kalau semua salah berarti Tuhan telah berbohong pada manusia, itu tidak logis. Jadi kalau tidak dua2xnya artinya salah satunya pasti benar.
Jadi memang ada kebenaran relatif di sana (yg belum tentu benar, karena relatif), tapi pasti ada kebenaran yg hakiki yg menunjukkan seperti apa konsep Tuhan itu sebenarnya, dan manusianya saja yg salah memahaminya dan membuat kebenaran itu menjadi relatif.
Hal ini terjadi karena banyak hal yg bisa mempengaruhinya, termasuk keterbatasan manusia, dan perbuatan manusia itu sendiri dalam memperlakukan dan memahami pesan2x Tuhan. Tapi kebenaran absolute itu bisa dicari dari setiap agama2x kalau mau menggalinya, banyak yg sudah berhasil membuktikannya, seperti Ahmed Deedat & Dr. Zakir Naik yg sering saya jadikan referensi tulisan saya. Anda juga bisa lihat di beberapa tulisan saya yg lain (bbrp saya cantumkan link-nya di tulisan ini..).
Kebenaran yg relatif dan hakiki juga dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari spt contoh berikut :
Kalau manusia mengatakan bahwa matahari “muncul” & “bergerak” dari Timur dan “terbenam” di Barat, itu adalah suatu kebenaran yg relatif, karena dilihat oleh manusia dari permukaan bumi dg kemampuan manusia yg terbatas, karena spt itulah yg tampak. Mungkin bila dilihat dari tempat lain selain bumi, mungkin saja bisa berbeda. Itulah yg dinamakan kebenaran relatif.
Kebenaran absolutnya apa, yaitu bumilah yg bergerak berputar pada porosnya sehingga seakan2x matahari yg bergerak terbit dan tenggelam, padahal sebenarnya bumilah yg berputar, itulah kebenaran hakikinya.
Jadi komentar anda tidak salah yg menyatakan “kebesaran” Tuhan itu tidak mungkin dicapai oleh manusia, tapi itu diluar konteks pembahasan saya, dan memang tidak bisa disamakan. Semoga dg penjelasan panjang ini bisa clear.. 🙂
Terima kasih.
Pendapat itu (manusia relatif/nisbi dan Tuhan absolut/mutlak) saya kutip dari Ahmad Syafii Maarif dan Nurcholis Madjid dari beberapa tulisan mereka.
Tapi saya membawanya kearah sisi filsafat dan sama sekali tidak menyinggung agama. Saya juga tidak merelatifkan segala sesuatu, karena saya masih menganggap ada sesuatu yang hakiki.
Tapi terus terang, pertanyaan saya bahwa “apakah manusia tahu kebenaran yang hakiki itu” masih dalam batasan konsep bahwa manusia itu memang terbatas. Darimana kita tahu bahwa kebenaran yang kita dapatkan sekarang itu adalah kebenaran yang hakiki ?
Bahkan kebenaran dalam sains, seperti contoh bumi berputar diatas, masih tetap bisa dipertanyakan. Apakah itu kebenaran yang hakiki. Apakah itu hanya berupa penjelasan manusia yang memuaskan atas suatu fenomena dan akhirnya penjelasan itu dikatakan kebenaran ?
Kebenaran dalam agama juga begitu, menurut saya. Bahwa apa yang mampu saya tangkap dengan akal dan hati saya tentang sebuah kebenaran yang diwahyukan Tuhan, adalah apa yang sebenarnya berada diluar batas kapasitas saya sebagai manusia untuk mengetahuinya. Tuhan berfirman A, dan apa yang saya tangkap tentang A itu adalah apa yang otak dan hati saya mampu untuk menangkapnya.
Tentang seperti apa sebenarnya A itu (kebenaran hakikinya), adalah hanya Tuhan yang tahu.
Kalau yang mas maksud itu kebenaran dalam konteks agama dan agama yang benar, mungkin saya salah menangkapnya.
Wah, sebuah postingan yang mengajak kita untuk berpikir lagi.
Satu yang ingin saya soroti, bahwa sepemahaman saya ajaran Budha tidak pernah menyuruh menyembah budha, malah ada ujar ujar mereka:
yang bermakna bahwa jangan mengkultuskan, bahkan seorang budha pun jangan.
Dan Budha memang tidak mengenal Tuhan seperti agama semitik kenal, tapi mereka mempercayai suatu kondisi di mana adalah kesejatian atau dzat yang tidak bisa dijelaskan, atau lain lain sebutan lagi untuk hal tersebut. Nah kira kira apakah menurut anda hal (kondisi) tersebut. Kalo sepemahaman saya hal tersebut adalah kondisi di mana manusia bersatu dengan apa yang dikenal oleh agama semitik sebagai Tuhan.
Demikian juga dengan ajaran lain yang anda singgung di atas, tampaknya itu dari sudut pandang pemahaman anda. Mungkin masih banyak pemahaman pemahaman yang lain dari berbagai ajaran agama itu. 😉
Tapi itu terserah anda, toh komen saya ini juga membuktikan kalo pandangan saya juga berasal dari pemahaman saya.
————-
rkh :
Halo mas danalingga,
Kalau anda perhatikan lagi di tulisan saya itu, saya tidak menyatakan bahwa menuhankan Budha itu memang merupakan ajaran agama Budha, tapi saya mengatakan bahwa “pandangan umat Budha awam” adalah spt itu. Dan itu memang salah. Orang Budha intelek juga akan menyalahkannya. Juga termasuk ajaran beribadah dg patung, itu tidak benar. Agama Budha tidak pernah menyuruh umatnya untuk membuat patung dan menyembahnya. Konsep agama Budha terhadap Tuhan adalah sbb : “Sang Buddha menganggap buah pikiran sebagai pencipta. Kita adalah buah pikiran kita sendiri.”
Semuanya tentang kita muncul dari pemikiran kita sendiri.
Dengan buah pikiran kita, kita menciptakan dunia kita. (Dhammapada, 1.1-3)
Memang mungkin saja hal yg anda katakan tentang pengklutusan itu benar. Dalam agama Budha selain tidak terdapat konsep Tuhan spt dalam agama2x lain, ia juga sebenarnya tidak mempunyai aturan yg menyuruh umatnya membuat patung Budha untuk beribadah. Tapi kenyataan dalam umat Budha awam adalah menuhankan sosok sang Budha yg adalah seorang manusia bernama Sidharta Gautama, dan membuat patungnya sbg perantara beribadah. Kalau ditanya untuk apa anda beribadah dg patung? Maka orang Budha akan menjawab : “Oh.. patung itu hanya sbg pembantu konsentrasi kita saja untuk beribadah pada Tuhan.” Sedangkan berbentuk apakah patung itu? Berbentuk sang Budha! Lalu saya tanya mereka, patung siapakah itu? Mereka menjawab, “Patung sang Budha.” Bukankah jelas dalam benak mereka (umat Budha awam), bahwa patung itu adalah gambaran fisikal dari “Tuhan” mereka yg adalah sang Budha Sidharta Gautama itu..? Itulah yg secara umum dipercayai oleh umat Budha awam, sedangkan untuk umat Budha intelek spt seorang teman saya yg saya ceritakan diawal tulisan, ia sangat sadar bahwa semua itu memang salah. Tapi kenapa tidak pernah ada kalangan intelek Budha itu yg menyadarkan mereka bahwa itu semua salah? Bahwa seharusnya sang Budha itu bukan Tuhan, bahwa tidak boleh membuat patungnya spt itu serta menyembah & berdoa padanya sbg Tuhan? Itulah yg termasuk juga yg saya katakan sbg beragama dg doktrin. Mereka tidak tahu spt apa sesungguhnya ajaran agamanya, tapi beberapa petinggi agamanya mengajarkan spt itu, dan mereka semua mengikutinya begitu saja. Dan hasilnya? Anda bisa lihat sendiri di setiap klenteng2x Budha yg banyak tersebar dan juga di rumah masing2x umat Budha.
Lantas yg mereka lakukan itu ajaran siapa? Entahlah, mungkin saja itu bagian dari budaya yg dipakaikan baju agama. Sebenarnya kalau mereka ingin menjadi umat Budha yg benar, mereka harus tahu spt apa sebenarnya ajaran agama mereka itu dg mempelajari agamanya, bukan mengikuti saja apa kata pemimpin kelompoknya yg belum tentu benar (dan ternyata menurut kalangan inteleknya juga memang tidak benar..). Inilah yg namanya cara beragama dg doktrin.
>>Dan Budha memang tidak mengenal Tuhan seperti agama semitik kenal, tapi mereka mempercayai suatu kondisi di mana adalah kesejatian atau dzat yang tidak bisa dijelaskan, atau lain lain sebutan lagi untuk hal tersebut.
Saya pernah diberitahu bahwa dalam konsep Budha ada semacam “energi” yg mengatur proses bekerjanya “karma” bahwa karma baik akan membuat kelahiran kembali yg baik, sedang karma jelek akan mengakibatkan kelahiran kembali yg jelek. Apakah ini sama dg yg anda maksudkan saya juga tidak tahu.
>>Kalo sepemahaman saya hal tersebut adalah kondisi di mana manusia bersatu dengan apa yang dikenal oleh agama semitik sebagai Tuhan.
Manusia bersatu dg Tuhan? Bisakah anda menjelaskan hal ini lebih spesifik..? 🙂
Kalau memang ada konsep semacam “dzat” atau “kesejatian” spt yg anda katakan tadi, kenapa tidak sekalian mengakuinya sbg yg menciptakan & mengatur kehidupan di alam ini, dan mengatakannya sebagai Tuhan yg menciptakan dan mengatur alam semesta ini? Dalam Islam konsep Tuhan memang juga adalah “dzat” yg tidak ada yg menyerupainya di alam semesta ini, sbg pencipta dan pengatur alam semesta. Kenapa yg mereka ajarkan adalah tidak ada Tuhan pencipta? Apa masih ragu2x dan bingung mendefinisikannya bagaimana? Kalau demikian berarti memang tidak ada wahyu Tuhan di sana. Sebab kalau ada konsep spt itu, seharusnya mereka mengenal konsep Tuhan. Dan dalam pandangan saya, di sinilah kelemahan konsep ajaran Budha itu. Sedangkan dalam ajaran kebaikannya, sangat jelas saya mengakui bahwa ajaran kebaikan dalam agama Budha itu sangat bagus.
Dalam pandangan saya, kalau dalam Islam ada kebaikan dalam hubungan manusia dg Tuhan dan manusia dg sesamanya, maka dalam ajaran Budha hanya satu sisi saja, yaitu hubungan antara manusia dg sesamanya. Hal inilah yg membuat banyak orang menggolongkan agama “samawi” dan “bukan samawi” dimana Budhism termasuk “bukan samawi” karena ajarannya memang bukan berdasar wahyu Tuhan, dan tidak mengajarkan konsep Tuhan yg jelas. Bahkan banyak yg menganggap ajaran Budha itu adalah semacam ajaran filsafat saja. Filsafat tingkat tinggi, tapi tetap saja buatan manusia dari hasil perenungan, bukan wahyu Tuhan. Dan seperti yg kita ketahui bersama, hasil buatan manusia tidak ada yg sempurna, pasti ada cacat dan kelemahannya sesuai kodrati manusia yg terbatas.
>>Demikian juga dengan ajaran lain yang anda singgung di atas, tampaknya itu dari sudut pandang pemahaman anda. Mungkin masih banyak pemahaman pemahaman yang lain dari berbagai ajaran agama itu. 🙂
Tapi itu terserah anda, toh komen saya ini juga membuktikan kalo pandangan saya juga berasal dari pemahaman saya. 😀
Lho, kan memang saya mengatakan spt itu.. bahwa memang masih banyak ajaran2x lain yg mungkin malah juga jauh berbeda konsepnya? Justru karena saya tidak tahu itulah maka saya berusaha untuk tahu dengan berusaha mempelajari perbandingan agama. Apakah anda juga melakukannya? Untuk mengetahuinya memang kita harus mempelajarinya. Pandangan orang boleh saja berbeda, masalahnya adalah, pandangan siapa yg lebih benar? Apakah anda menganggap anda lebih benar dari saya, apakah anda yakin pandangan anda itu benar dan pandangan saya salah. Untuk mengetahuinya ya kita harus belajar, bukan mematok pandangan saya spt ini , pandangan anda spt itu, lalu ya sudah, kita percayai saja pandangan kita masing2x. Setidaknya saya sudah berusaha mempelajarinya dan akan terus berusaha mengetahui lebih banyak, apakah anda sudah..? 🙂
bagaimana jika kita tahu dari Tuhan itu sendiri, bukankah para nabi juga begitu? Atau para Nabi hanya menyampaikan apa yang disebut wahyu berdasarkan pengetahuannya dari agama saja?
———————–
rkh :
Apakah kenyataannya memang begitu? Apakah anda juga merasa mengenal Tuhan adalah langsung dari Tuhan sendiri. Jika benar mungkin saja anda memang punya kualitas untuk menjadi seorang nabi, maka tidak ada salahnya anda juga bagi2x pengalaman anda bagaimanakah cara anda mengetahui dan mengenal Tuhan secara langsung dari Tuhan sendiri. Jangan2x anda juga kenal dg Lia Eden, Satria Pinandhita “Ratu Adil”, atau “nabi2x” yg lain lagi.. 😀
Saya juga sudah menyatakan dalam tulisan saya bahwa mungkin saja ada orang2x yg mampu merefleksikan Tuhan dg benar tanpa melalui ajaran agama. Tapi berapa persenkah jumlahnya dari keseluruhan umat manusia di bumi ini? Bagaimana dg yg lainnya? Masih akan ada berjuta-juta pemahaman yg berbeda tentang Tuhan dan ajaran-Nya bila semua manusia menyatakan diri menjadi nabi dg mampu menerima wahyu langsung dari Tuhan.
Apakah semua orang adalah nabi? Kalau semua orang adalah nabi maka bisa akan ada berjuta-juta agama yg berbeda sekarang ini. Atau justru tidak akan ada agama, karena semua orang pemahamannya sudah sama, sudah dg bimbingan langsung dari Tuhan sehingga tidak perlu ada lagi nabi, dan tidak perlu lagi ada agama. Pendapat anda yg spt itu sama saja dg yg saya ungkap di tulisan di atas tentang ber-Tuhan saja, tidak beragama. Lha kalau semua orang mendapat wahyu ajaran agama dari Tuhan, mungkin memang tidak perlu ada agama. Tapi apakah kenyataannya begitu? Tidak. Seorang dapat menjadi nabi juga tidak sembarangan, pasti ada kualitas2x tertentu dari seorang manusia yg diketahui oleh Tuhan bahwa ia memang layak untuk menjadi seorang nabi, karena seorang nabi harus mampu berkomunikasi dg Tuhan dan umatnya, maka tugas seorang nabi tidaklah mudah. Nabi adalah seorang pilihan yg ditentukan oleh Tuhan sendiri.
Nabi-lah yg menyampaikan wahyu dari Tuhan yg kemudian menjadi ajaran agama. Jadi maksud anda “Nabi hanya menyampaikan apa yg disebut wahyu berdasarkan pengetahuannya dari agama” itu bagaimana maksudnya? Tidakkah anda mengetahui urut2xannya : Tuhan –> wahyu –> ajaran agama. Tuhan menurunkan wahyu pada nabi, kemudian wahyu itu disampaikan pada umat, lantas dijadikan pegangan hidup berupa suatu ajaran agama. Bukankah begitu..? 🙂
@ rkh
@ danalingga
Nabi Ibrahim .. beliau-lah yang pertama kali mengenalkan tentang ketauhidan. Bahwa ada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian, sejalan dengan peradaban manusia .. muncullah pewarta2 lainnya seperti Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad .. tentang wahyu-Nya. Diluar “jalur” Nabi Ibrahim, saya lebih sependapat sebagai filsafat kehidupan yang muncul dari kontemplasi anak manusia.
————–
rkh :
Mas Erander.. tolong lain kali jangan mengutip kalimat saya hanya sepotong saja spt itu. Karena bisa membuat pemahamannya berbeda. Kalimat lengkapnya sbb :
>>Kita semua merasa mengenal & mengetahui Tuhan itu seperti apa adalah melalui pendidikan agama yg kita terima sejak kecil, atau merupakan hasil pemikiran kita setelah dewasa yg masih berdasar pada pemikiran agama atau dg melakukan komparasi terhadap agama2x.
Yg saya maksud dg kalimat itu bukan mengatakan bahwa pengetahuan kita tentang Tuhan itu hanya berdasar pemahaman agama yg kita terima dari kecil, tapi juga pada saat dewasa dari pemahaman yg masih berdasarkan pemikiran agama dan dg komparasi agama2x. “Pemotongan” anda bisa menghasilkan pemahaman yg berbeda terhadap maksud tulisan saya, yaitu bahwa saya menganggap pemahaman agama adalah hanya dari pemahaman pendidikan agama sejak kecil. Itu jelas tidak benar.
Tentang pendapat anda itu juga bagus, walaupun menurut saya ketauhidan itu sudah ada sejak manusia pertama yaitu nabi Adam. Dan kalau menurut anda diluar jalur nabi Ibrahim hanya filsafat saja, mungkin saja benar, tapi mungkin juga tidak. Setidaknya ada bahan yg bisa jadi pemikiran kita, coba anda baca tulisan saya “Muhammad adalah nabi Umat Hindu?” dan “Hindu dan Islam ternyata sama?” 🙂
Dan, tidak harus disesali bukan? Karena agama dengan warisan kultural ini, jika memang otak digunakan untuk berpikir, suatu saat akan dipertimbangkan kembali.
Dalam Islam sendiri syaratnya adalah baligh dan berakal. Dari dua kategori ini pun aku sendiri memilih Islam sebagai agama 😉
———–
rkh :
Nah, mas alex, anda juga memotong kalimat saya spt dalam komentar mas erander. Asal jangan salah pemahaman saja ya.. 🙂
Banyak orang memang beragama sbg warisan dari orang tua. Dan setelah kita dewasa seharusnya kita mempertimbangkannya lagi dg mencari kebenaran yg sejati itu spt apa. Kalau memang agama kita layak kita anggap sbg kebenaran sejati, ya kita jalani, tapi ada kemungkinan bahwa agama warisan itu ternyata bukanlah kebenaran sejati, maka kita harus mencarinya dg melakukan komparasi agama2x.
Saya ucapkan selamat kalau anda sudah yakin dan memilih. Tapi jangan berhenti mencari dan belajar, karena kalaupun kita sudah menemukannya, pencarian dan pembelajaran kita itu akan menguatkan keimanan kita bahwa pilihan kita itu memang benar. 🙂
@fertop
halo mas fertop, 🙂
Pemahaman anda yg membawa topik ini ke dalam ranah filsafat itu yg justru menjauhkan dari inti permasalahan. Filsafat adalah pemikiran2x manusia yg tidak dapat digunakan untuk memecahkan semua masalah. Bahkan dalam sejarah terbukti filsafat malah banyak menimbulkan kerancuan berpikir dari manusia yg malah bisa menyesatkan. Saya juga ada referensi buku2x yg menjelaskan hal itu.
Sebenarnya tentang kebenaran yg hakiki dan relatif itu bukanlah sesuatu yg terlihat sangat rumit. Hanya saja banyak orang yg menggunakan filsafat untuk menjelaskannya justru cenderung mempersulit pemahamannya sendiri. Atau juga memang filsafat yg digunakan itu sendiri yg memang justru memperumit masalah. Kalau saya memandangnya secara mudah saja, yaitu memang ada kebenaran hakiki yg tidak mampu dicapai oleh manusia, dan ada yg memang diijinkan Tuhan untuk diketahui oleh manusia.
Misalnya beberapa point yg saya contohkan dalam tanggapan thd komentar mas Sigid, spt pertanyaan : “karena Tuhan adalah yg alfa dan omega, yg awal dan akhir, maka sejak kapan sesungguhnya Tuhan itu ada?”. Ini jelas sudah berada dalam ranah hak-nya Tuhan. Kebenaran yg hakiki terhadap hal itu tidak mampu untuk dijawab dg kapasitas otak manusia. Bahkan kebenaran relatif-nya pun akan tetap sulit didefinisikan. Sedangkan banyak kebenaran hakiki yg memang diijinkan Tuhan untuk diketahui manusia.
Contoh lain kebenaran hakiki yg diijinkan untuk diketahui oleh manusia misalnya adalah pendapat bahwa bumi itu bulat. Ada pertanyaan : “apakah bumi itu datar ataukah bulat?” Keduanya bisa benar, hanya yg satu kebenaran relatif (yg belum tentu benar), dan satunya lagi kebenaran absolute (yg pasti benar). Yg mana kebenaran relatif? Bumi itu datar. Ya, kalau kita sedang berada di bumi, kita akan merasa bahwa bumi itu datar, dan kalau kita berjalan teruspun, akan tetap terasa bumi datar, bukan bulat. Tapi kalau kita sedang tidak berada di bumi, mungkin saja itu berbeda. Sesuatu yg bisa berbeda itulah yg dinamakan relatif. Dan setelah iptek semakin maju, manusia tahu bahwa bumi itu ternyata bulat, dan itu bisa dibuktikan dg sangat jelas, bahkan rekaman satelit yg memperlihatkan bentuk bumi yg bulat itu bisa dilihat oleh seluruh manusia di bumi, juga kenyataan kalau manusia berjalan lurus terus menerus, suatu saat dia akan sampai di tempatnya semula. Sedangkan kenapa manusia tidak “jatuh” dari “bola” bumi di bagian manapun ia berada di bumi ini, baik di atas bola, maupun dibawah bola, adalah karena adanya gaya gravitasi bumi. Dan semuanya itu sudah diketahui kebenarannya oleh semua manusia tanpa ada pertentangan lagi. Hal itu sudah bukan lagi sebuah teori, tapi sudah merupakan kenyataaan empiris. Itulah suatu kebenaran hakiki bahwa bumi itu bulat. Dan itu bisa diketahui manusia karena memang Tuhan memberi kemampuan pada manusia untuk mengetahuinya.
Demikian juga dg contoh bumi berputar pada porosnya untuk menjadikan adanya siang dan malam dan seakan-akan ada pergerakan matahari mengelilingi bumi. Pada jaman dahulu itu pernah hanya berupa teori yg diperdebatkan, tapi saat ini dg kemajuan teknologi, hal itu sudah diketahui sbg suatu kenyataan empiris yg sudah bisa dibuktikan secara pasti. Bahkan rekaman satelit yg menunjukkan bumi berputar pada porosnya dg satu sisi mendapat cahaya matahari (yg menjadikan siang) dan sisi lainnya tidak (yg menjadikan malam) sudah bisa dilihat oleh semua manusia di dunia ini. Itu adalah kebenaran hakiki yg berada dalam wilayah yg diijinkan Tuhan untuk diketahui oleh manusia. Dan buat apa mempertanyakan lagi hal ini? Kalau kita memasukkan lagi hal ini ke dalam ranah filasafat untuk mempertanyakan lagi kebenaran ini adalah benar2x sbg kebenaran hakiki atau bukan, bukankah itu malah memperumit masalah?
Berbeda masalahnya dg teori evolusi Darwin. Beberapa kalangan ilmuwan (terpaksa/dipaksa) untuk mengakuinya sbg kebenaran hakiki walaupun berbeda dg ranah pemahaman beberapa agama besar spt Islam & Kristen. Padahal jelas hal itu masih berupa kebenaran relatif karena memang belum bisa dibuktikan kebenarannya, tetapi dg pongah banyak ilmuwan masih mempercayainya. Teori itu sampai saat ini masih berupa teori yg tidak bisa dibuktikan. Kalau ada orang yg menyatakan kalau teori itu sudah bisa dibuktikan secara empiris, ia adalah pembohong besar. Bahkan sesungguhnya teori Darwin itu sudah terpatahkan dalam waktu 5 tahun setelah dipublikasikan dg munculnya hasil dari kajian panjang seorang ilmuwan lain yaitu Louis Pasteur tentang asal usul kehidupan. Harun Yahya telah membahasnya secara detail untuk menunjukkan bahwa sebenarnya teori evolusi Darwin sudah sejak lama runtuh.
Diantara wahyu Tuhan yg berisi informasi bagi manusia memang pasti ada yg berada dalam lingkup diluar kemampuan manusia untuk memahaminya spt yg saya contohkan tadi, tapi juga ada wahyu Tuhan yg memang diturunkan Tuhan adalah untuk benar2x dipahami manusia kebenaran hakikinya, dan itulah yg digunakan oleh manusia untuk memperoleh rahmat Tuhan di dunia ini dan agar selamat di dunia dan akhirat. Selalu ada sisi doktrin dalam agama spt dalam hal eksistensi detail tentang Tuhan yg tidak semuanya memang boleh diketahui oleh manusia. Tapi secara umum Tuhan menghendaki manusia untuk menggunakan akal dan nuraninya untuk mencerna pesan2xnya, karena sesungguhnya dalam agama itu pasti ada kebenaran sejati yg akan menuntun manusia pada jalan yg benar. Dan memang itulah fungsi agama.
Pendapat tentang kebenaran dalam agama spt yg anda sebutkan itu sah2x saja, itu tidak salah, dan setiap manusia punya hak untuk itu, hanya kalau dalam pandangan saya, pendapat yg spt itu terkesan akan menganggap bahwa Tuhan tidak menurunkan kebenaran yg sesungguhnya pada manusia. Dan kalau kita tidak yakin kebenaran itu adalah memang kebenaran yg hakiki dari Tuhan, bagaimana kita bisa yakin kebenaran itu akan membimbing kita menuju “jalan lurus” yg sesungguhnya? Kita harus benar2x yakin kebenaran itu memang kebenaran yg sesungguhnya, yg hakiki/absolut, bukan kebenaran palsu misalnya buatan manusia yg memang tidak dapat melampaui ilmu Tuhan. Kebenaran palsu itu tentu saja akan bernilai relatif, walaupun mungkin dianggap oleh orang2x tertentu adalah kebenaran hakiki karena menganggapnya berasal dari Tuhan , padahal sesungguhnya bukan. Di sinilah fungsi akal dan nurani harus kita gunakan untuk dapat membedakan mana ajaran Tuhan yg sejati dan mana yg buatan manusia..
Pemahaman kebenaran dalam agama spt yg anda pahami itu memang adalah hak anda dan semua orang untuk melihatnya spt apa. Akan tetapi dalam pandangan saya, pemahaman spt itulah termasuk yg bisa membuat manusia tidak mau untuk “mencari” spt apa kebenaran yg sesungguhnya itu karena dalam otak kita sudah dipatok bahwa saya harus memahami sesuatu spt ini, dg cara spt ini. Bukankah pemahaman spt ini cenderung doktrinal? Saya juga melihat pemahaman spt ini termasuk yg membuat banyak orang menjadi malas untuk berpikir lebih jauh dalam mencari kebenaran, dan cenderung untuk menerima saja apa yg menjadi pendapat umum atau pendapat orang yg ia rasa lebih tahu, padahal belum tentu benar. Bahkan dalam beberapa kasus yg saya ketahui, pemahaman yg semacam ini ada juga yg adalah akibat pembentukan cara berpikir doktrinal spt yg banyak dilakukan oleh institusi2x agama tertentu.
Ingatlah bahwa orang2x yg mampu “mengubah” dunia, yg mampu memajukan dunia dg berbagai macam penemuan iptek, umumnya adalah orang2x “pemberontak” yg tidak mau tunduk dan percaya begitu saja dg apa yg sudah menjadi pendapat umum, kalau ia merasa itu tidak benar, dan kemudian berusaha mencari, menemukan, dan membuktikannya. Sedangkan orang2x yg “terpasung” hanya pada pendapat umum saja, dan merasa bahwa hanya sampai disitulah “hak” & “kemampuannya” untuk memahami sesuatu, terbukti akan menimbulkan masalah nantinya.
Seperti dalam contoh yg pernah terjadi, para ilmuwan penemu teori dg pembuktian yg masih sederhana bahwa bumi berbentuk bulat dan mengelilingi matahari (yg kemudian ternyata terbukti benar) harus menjalani “hukuman sosial” dari pemerintah, masyarakat, dan terutama gereja akibat pernyataannya yg bertentangan dg pendapat gereja. Saat itu gereja yg menganggap sbg perantara manusia dan Tuhan, dan mengklaim kebenaran menurut mereka adalah hakiki dari Tuhan, telah mengajarkan pada umat (berdasarkan kitab suci?) bahwa bumi itu datar dan matahari mengelilingi bumi. Ratusan tahun setelah kematian sang ilmuwan barulah gereja secara resmi membersihkan namanya dan meminta maaf atas kesalahan gereja itu. Kejadian itu seharusnya menjadi peringatan bagi manusia untuk tidak lagi mempertahankan pemahaman sesuatu hanya dg doktrin saja, termasuk dalam pemahaman agama sekalipun. 🙂
—-
@rkh
mengenai soal pemahaman agama agama lain, maka saya ndak mencari apa pemahaman saya lebih benar dari pemahaman anda. Yang ingin saya tekankah melalui komentar saya , yang seolah olah mengcounter pendapat anda tentang agama Budha adalah bahwa setiap ajaran itu bisa di maknai berbeda beda , jadi sungguh naif rasanya bahwa anda memakai hanya salah satu pemahaman dari sekian pemahaman lantas anda langsung memvonis agama tersebut begini, atau begitu.
Nah seperti anda bilang jika mau jujur, maka seharusnya anda memuat semua pemahaman tentang agama , bukan sebuah alasan bahwa anda tidak tahu berbagai pemahaman agama tersebut. Sebab di artikel ini anda telah menilai agama agama.
Dan mengenai karma adalah sebuah aturan kehidupan yang di tetapkan oleh dzat tersebut, inti dari karma itu adalah setiap perbuatan ada ganjaran. Bukankah itu juga ada dalam ajaran semitik, berupa pahala dan dosa?
Soal mempelajari agama lain, yup saya juga telah mempelajarinya.
———-
rkh :
Saya tidak bermaksud memvonis sesuatu dg memakai pemahaman saya saja, untuk hal yg berhubungan dg agama yg saya tuliskan itu juga ada referensinya, makanya dalam diskusi dg anda kemarin saya juga menyertakan sebuah ayat yg bisa jadi rujukan dari pemahaman saya. Saya selalu berusaha sebisa mungkin memiliki referensi yg bagus tentang suatu masalah yg saya bahas, karena saya tidak suka diskusi dan debat kusir yg tidak ilmiah, tanpa referensi, dan ngotot mempertahankan pendapat yg tidak jelas juntrungnya dari mana.
Sebenarnya inti permasalahan di tulisan saya adalah bukan “agama”nya, tapi intinya adalah membahas perilaku orang2x yg dg mudah memvonis bahwa semua agama itu adalah berbeda atau sama dg tanpa berusaha memahami dan mempelajari dulu bagaimana kenyataan sebenarnya, dan perilaku orang2x yg cenderung untuk tidak mau menggunakan akal budinya dalam mencerna agama, dan cenderung hanya menjalankannya secara doktrinal sehingga bisa mengakibatkan kesalahan pemahaman thd agamanya sendiri maupun agama orang lain yg akhirnya bisa merugikan agamanya sendiri maupun umat agama lain.
Dikutipnya beberapa point ajaran agama di sana sebenarnya hanya sebagai pengantar dan sbg contoh untuk menunjukkan kenyataan bahwa bila menurut pandangan umum masing2x umat beragama, sangat jelas kalau semua agama itu berbeda. Itu tidak bisa dibantah. Dan itu akhirnya akan mengarah pada anjuran saya agar jangan tergesa-gesa memutuskan bahwa agama2x itu sama atau berbeda tanpa mencari lebih dalam ke masing2x agama, kemudian melakukan studi komparatif thd semuanya.
Dan saya membahas lebih menjurus pada sisi agamanya adalah bukan dalam tulisan saya, tapi hanya dalam diskusi dg anda, karena anda memang membuka komentar anda dg langsung menyoroti masalah berhubungan dg agama Budha-nya, ya saya ajak anda diskusi tentang itu. Sedangkan dg mas fertop misalnya yg komentarnya menyoroti masalah kebenaran yg hakiki dan relatif, ya saya ajak dia diskusi yg berhubungan dg topik itu. Tapi sebenarnya yg anda dan mas fertop soroti itu hanya sebagian kecil dari topik tulisan saya, yg kebetulan saja saya cantumkan sbg pengantar dan contoh, sedangkan inti topiknya sendiri tidak mengarah ke sana.
Intinya adalah saya ingin mengajak para pembaca tulisan ini khususnya dan blog saya pada umumnya untuk mau menggunakan akal budi dalam mencerna agama dan mau sedikit berupaya lebih dalam memahami agamanya sendiri maupun agama lain dg melakukan studi komparasi thd agama2x.
Untuk masalah karma ini saya setuju dg anda, memang dalam hal ajaran kebaikan, agama Budha punya konsep yg sangat baik dan mirip dg ajaran Islam dg adanya amar ma’ruf nahi munkar, yaitu dg adanya konsep ganjaran terhadap kebaikan dan keburukan yg diterapkan dalam Karma, yg membuat penganut Budha merasa terpacu untuk banyak berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan. Ini mirip dg konsep dalam Islam dg berbuat baik untuk menghapus dosa dan membuat amalan baik lebih banyak dari amalan jelek, sedangkan hal itu berbeda dg konsep yg dipahami oleh umat Kristen bahwa penghapusan dosa adalah merupakan “hadiah” dari “perjuangan” Tuhan dalam misi “penyelamatan manusia”.
Alhamdulillah, berarti saya bertambah satu teman lagi yg sepaham dg saya bahwa kita memang harus juga mempelajari agama2x lain untuk mencari kebenaran sejati, atau setidaknya supaya tidak berpikiran sempit dalam ranah pemahaman keagamaan. 🙂
@rkh
mengenai pernyataan bagaiman jika tahu dari Tuhan sendiri, setidaknya anda telah mengakui mungkin bukan?
Nah jika begitu maka pendapat anda bahwa hanya melalui agama (dalam hal ini agama seperti ke 6 agama yang di kenal di Indonesia) sajalah dapat mengenal Tuhan, menjadi tidak relevan lagi.
Soal apa semua manusia bisa mengalaminya, itu lain soal lagi toh. Yang penting ada, dan buktinya manusia manusia yang di sebut nabi itu. 😉
maksud saya soal ini :
“Nabi hanya menyampaikan apa yg disebut wahyu berdasarkan pengetahuannya dari agama?”
telah anda jawab dengan:
Tidakkah anda mengetahui urut2xannya : Tuhan –> wahyu –> ajaran agama.
yang membuktikan bahwa mengenal Tuhan tidak hanya melalui ajaran agama, tapi bisa langsung dari Tuhan melalui apa yang anda sebut wahyu itu. Sebab toh yang menerima wahyu itu adalah manusia bukan? 😀
@rkh
mengenai pernyataan bagaiman jika tahu dari Tuhan sendiri, setidaknya anda telah mengakui mungkin bukan?
Nah jika begitu maka pendapat anda bahwa hanya melalui agama (dalam hal ini agama seperti ke 6 agama yang di kenal di Indonesia) sajalah dapat mengenal Tuhan, menjadi tidak relevan lagi.
Soal apa semua manusia bisa mengalaminya, itu lain soal lagi toh. Yang penting ada, dan buktinya manusia manusia yang di sebut nabi itu. 😉
maksud saya soal ini :
telah anda jawab dengan:
yang membuktikan bahwa mengenal Tuhan tidak hanya melalui ajaran agama, tapi bisa langsung dari Tuhan melalui apa yang anda sebut wahyu itu. Sebab toh yang menerima wahyu itu adalah manusia bukan? 😀
————
rkh :
Ya, itu memang mungkin. tapi saya juga melanjutkannya dg mengatakan bahwa tidak semua manusia punya kapasitas yg memadai untuk menerima wahyu dan apalagi juga untuk menyampaikannya pada orang lain, karena itulah Tuhan memilih orang2x tertentu yg sudah diketahui-Nya mempunyai kapasitas yg memadai untuk menjadi seorang nabi. Dan dari nabi2x inilah kemudian muncul ajaran agama yg harus diikuti oleh orang2x lainnya. Jadi prinsipnya, selain para nabi itu yg memperoleh wahyu langsung dari Tuhan, umat manusia lainnya hanya harus mengikuti ajaran2x dari sang nabi, karena memang Tuhan telah memilih sang nabi untuk menyampaikan ajaran dari-Nya. Lha kalau ada yg tidak mau mengikuti agama dan merasa menerima wahyu langsung dari Tuhan, kemungkinannya ada dua, yaitu : ia memang seorang nabi, atau ia adalah seorang pembohong besar. Inilah yg membuat munculnya orang2x semacam Lia Eden dan Satria Pinandhita”Ratu adil”, hanya mungkin kalau Lia Eden tampak serius, sang “ratu adil” terang2xan bikin “dagelan srimulatan” di belantara blogger. 🙂
Dg penjelasan saya barusan, justru tetap relevan, kecuali mungkin bagi orang2x yg mengaku sbg nabi itu tadi… 🙂 Saya juga tidak menyebutkan spesifik terhadap 6 agama spt itu, anda bisa lihat lagi di tulisan saya, justru anda sendiri kan yg mematok spt itu..? 🙂
Justru di situ permasalahannya. Mungkin anda tidak memperhatikan kalau dalam tulisan itu saya memakai kata “anda” dan “kita”, yg menunjukkan bahwa yg dituju dalam kalimat itu memang diantara kita2x ini, termasuk anda dan saya, orang2x sekarang, orang2x modern, orang2x yg memang bukan orang2x khusus semacam para nabi itu, kalau para nabi itu ya sudah jelas memang punya kemampuan spt itu karena mereka adalah orang2x pilihan, sedangkan manusia2x lainnya tidak, karena itu manusia lainnya harus mengikuti ajaran agama dari para nabi itu yg mendapatkannya dari Tuhan secara langsung. Dalam hal ini malah anda yg jadi tidak relevan.. 🙂
Diatas barusan sudah saya jelaskan bahwa yg dapat mengenal agama langsung dari Tuhan itu adalah bukan orang sembarangan, tapi yg memang sudah dipilih Tuhan punya kapasitas yg memadai untuk itu. Contoh kongkritnya ya para nabi itu. Dan juga memang para nabi bisa tidak mengenal Tuhan dari agama tapi langsung dari Tuhan sendiri, karena mereka-lah orang pilihan yg menerima ajaran dari Tuhan, baru kemudian sang nabi mengenalkannya pada orang lain sebagai agama. Jadi dalam hal ini urut2xannya spt itu adalah relevan, dan tidak bertentangan dg penjelasan saya.. 🙂
Saya kira cukup jelas penjelasan saya di sini.. 🙂
@Danalingga
@fertop
Terima kasih atas kesediaan anda untuk berbagi opini anda di sini dan kesediaan anda untuk berdiskusi (dan sedikit berdebat 🙂 ) dg saya. Saya memang sengaja mengajak anda berdua untuk berdiskusi dg saya dg penjelasan saya yg panjang2x itu. Saya ingin orang lain yg membaca tulisan ini atau pengunjung blog saya secara umum, bisa menangkap pesan saya bahwa sebuah diskusi bahkan perdebatan dalam masalah agama bukanlah sesuatu yg tabu dan tidak layak asal dijalankan dg benar.
Karena dg diskusilah akan terdapat pertukaran informasi dan akan melatih otak kita untuk membiasakan berpikir dg akal dan nurani dalam masalah apapun, termasuk dalam masalah agama.
Tidak ada niatan saya untuk menyerang ataupun menjelek-jelekkan pendapat orang lain karena saya sangat menghargai pendapat dan perbedaan, karena hal itulah yg bisa membuat diri dan pikiran kita terpacu untuk maju secara aktif.
Saya mohon maaf apabila ada kata2x yg tidak berkenan dan menyinggung anda, semua yg ada di sini hanyalah dalam ranah diskusi ilmiah saja, tidak lebih. Pada akhirnya juga tidak boleh ada seorangpun yg memaksakan pendapatnya pada orang lain, siapapun itu, bahkan terutama dalam ranah agama.
Jika saat ini kita berdiskusi di sini mungkin saja lain kali giliran saya yg akan bertamu ke tempat anda. Insyaallah.
Terima kasih. 🙂
-rkh-
kkehidupan ini juga misteri hampir saya tidak yakin keberadaan tuhan. seyakin saya adanya angin yang mengoyangkan daun kalapai seolah melambai walau angin itu tak tampak, seperti yang udara kita hirup kita rasakan kelegaannya tapi ujudnya tak terlihat, akankah kita bisa melihat dimensi udara itu seperti melihat dimensi tuhan, andai aku jadi ikan maka aku juga akan bingung dan gak percaya kalau air itu ada, tapi tanpa air ikan tak akan hidup walau air itu tak tampak oleh ikan. tuhan memang maha besar, saya yakin keberadaan tuhan didunia ini menjiwai seluruh aalam jagat raya tidak ada tempat tanpa tuhan. nama dari agama hanyalah identitas dari tuhan yang menciptaka keragaman. seperti digurun gak ada tanaman gak ada bunga air pun terbatas. beda dengan di tempat tropis air melimpah dengan warna hayati yang ada menimbulkan keragaman. cara beribadah pun berbeda berdasarkan letak geogravisnya. jadi agama hanyalah simbul. tuhan itulah tujuannya.
@rkh
iya, saya setuju diskusi soal agama ndak usah di tabu tabuin, biar kita dapat berpikir. 😀
Soal diskusinya entar kita sambung lagi di lain kesempatan.
Memang benar kalo logika kita itu harus sejalan dengan agama, bahkan logika kita harus berasal dari agama
Itulah penyebabnya mengapa pada abad pertengahan para penemu2 berasal dari orang-orang mukmin
mereka mengamati bumi dan seluruh ciptaan Allah seperti dalam Al Qur’an:
“190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”(QS Ali Imran 190-191)
itulah mengapa sebenarnya dalam islam agama bukanlah hanya terpaud dengan ritual2 seperti ibadah2 saja, tetapi dalam agama kita juga dituntut untuk berpikir tentang ciptaanNya.
Jadi ilmu pengetahuan merupakan salah satu bagian dari agama yang tidak boleh dipisahkan dari agama.
eh,…… yang saya bicarakan nyambung apa tidak ya???????
mohon maaf bila tidak nyambung
wallahuallam bissawab
Walah, tulisan yang bagus, dapat mengubah pandangan saya…..
MtFETH great site man thanks http://peace.com
saya belum baca sampe abis,tapi saya akan komen , bahwa Tuhan yang satu itu menciptakan begitu banyak jalan agar seorang manusia dapat segera mencapainya,
jalan = agama, jadi sebenarnya kita harus bersyukur (a lot) karena perbedaan agama ini ,karena siapa yang mau kena macet di jalan menuju Tuhan karena padatnya umat, semua sudah diatur dan teratur, tapi kadang tuhan juga telah mengatur suatu yang nampaknya tak teratur padahal itulah adanya , semua yang baik belum tentu baik dan semua yang buruk belum tentu buruk ,kembali merujuk pada kacamata tiap orang, terimakasih b4
Hanya islam sahaja yang diiktiraf oleh Allah.berwaspada menulis takut nanti tersesat akidah, Rosak binasa jiwa dan hati.Islam bukan di ukur dari sains ataupun dikira dengan matematik.Tapi dengan tauhid kepada allah.Keimanan yang tinggi adalah yakin bahawa Allah itu satu dan Muhammad itu Rasul dan Nabi dan mengamalkan apa yang diturunkan oleh Allah.Agama Islam tidak sama dengan agama lain.Islam itu tinggi dan akan tetap tinggi..Semaga manusia yang berpegang kepada Islam seharusnya mesti yakin dan iktikad terhada Keesaan Allah.Jangan memeprbandingkan Allah dengan Tuhan lain dan Nabi Muhammad dengan manusia lain…ini mesti diingat…
Dear All
Wah… wah… seru juga neh… mungkin aku org yang paling telat dengan diskusi yang terbuka ini, saya cuma pesan jadi manusia ga boleh sombong, ga usah merasa paling tahu, ga usah merasa paling hebat. Kita ini cuma manusia, belum ada seberapanya dibandingkan tuhan. Tuhan kok dihitung-hitung di analisis-analisis kalo kita sadar bahwa kita manusia ini sangat, sangat dan sangat terbatas. Begitu juga dengan mengutip2 agama lain apa anda juga mumpuni untuk memahami ajaran agama orang lain, yang benar-benar belajar dari dia kenal hurup sampai mau menjelang ajal aja masih belum bisa mumpuni akan ajaran agamanya, anda berpendapat jgn terlalu cepat membuat kesimpulan tetapi anda terlalu prematur membuat kesimpulan bahwa agama selain anda itu tidak sehebat agama anda.
Jika dengan kemampuanNya yang Maha hebat Tuhan mau merubuah dirinya menjadi seribu bahkan berjuta-juta bentuk apa anda tahu?. Apa anda tidak yakin bahwa Tuhan itu mampu melakukan apa saja yang dikehendaki, Begitu juga dang Patung budha yang anda sebutkan, jika kaligrafi yang dibuat bertuliskan nama ALLAH apakah itu tidak identik dengan komentar ada tentang buda menganggungkan patung, ini terbukti mana kala ada org yang berani melecehkan kaligrafi yang saya maksudkan diatas maka umat islam yang melihat sudah pasti tidak terima. Begitu juga orang buda mana kala ada manusia yang berani melecehkan patung budha sudah pasti umat budha yang melihat tidak akan terima. Lalu apakah kaligrafi, patung budha adalah TUHAN ?, padahal itu adalah karya manusia khan ?. Ini baru sebagian kecil dari fenomena cara berfikir manusia. Saya kasih contoh lagi orang hindu anda deskrim dari satu ajaran kasta, siapa bilang manusia itu sama dimata tuhan terbukti banyaka manusia yang sudah meninggal tidak diperlakukan sama ini berarti berbeda ada yang disurga ada yang di neraka. Lebih ekstrim lagi kenapa Tuhan menciptakan manusia dengan dengan kesadaran yang berbeda-beda baik dari segi berfikir, berbuat dan cara bicaranya, kalau Tuhan menghendaki manusia itu baik semua kenapa tidak dilakukan dengan kekuatan yang Maha HebatNya Ciptakan saja Manusia yang baik-baik ga perlu yang Jahat. Inilah fenomena bawa yang ada semua ini adalah KehendakNya.
Terakhir saya tidak sependapat manusia lebih tunduk terhadap Agama, sebab Agama bukan ciptaan Tuhan melainkan hasil pikiran Manusia, Hanya Wahyu-wahyu lah yang benar-benar dari Tuhan, dan hampir semua Wahyu kebenarannya dapat diterima Manusia yang memiliki kesadaran spiritual yang baik.
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
Wassalam,
Gadung-Gadungan
Tulisan yang cemerlang.
Tiada yang mahu pertambahkan kerna keadaannya sudah cukup bagi pembaca mendapat gagasan.
Mungkin kita bisa katakan, bahwa ciri agama yang harus dipilih adalah secara mudah seperti ini:
“Agama itu harus bersifat membawa kebaikan [rahmatul alamin] kepada seluruh alam. Beratri bahawa Tuhan itu tidak harus dijelmakan dalam sosok tubuh makhluk sesebuah bangsa semata – Dia [Tuhan] harus sarwajagat dan tidak dapat dicerna oleh pancaindra. Tuhan akan terus berbicara dengan kita dengan mengutuskan pembawa khabar berita. Lalu ajaran yang dibawa oleh Utusan ini harus selamat [aslam] dan tidak membebankan minda – maknanya ia mudah difahami [agama itu mudah]. Ajaran yang benar-benar dari tuhan itu akan selalu cocok dengan aqal yang waras dan dalil yang sah”.
Inilah bahasa mudah untuk beragama. Kalau tanggapan saya ini tidak benar, harap diperbetulkan.
postingan yang bagus…
saya amat brkesan dengan karangan syaikh nadim al-jisr yaitu buku filsafat karangan syaikh Nadim Al-Jisr. ini benar membahas sain dan filosof-filosof ketuhanan dunia.
Saya anjurkan kepada sesiapa saja yang ingin mencari kebenaran tentang “Tuhan” agar membaca buku ini. Buku ini bagi saya adalah sebuah “masterpiece” Buku ini telah di terjemahkan dalam banyak bahasa.
Judul nya Para Pencari Tuhan (Nadim -alJisr)
Bila beragama tidak dapat dilakukan tanpa adanya konsep ketuhanan. Maka tidak ada agama di dunia ini yang bisa diterima akal sehat, karena konsep Tuhan saja sudah tidak masuk akal.
Mengapa harus ada Sang Pencipta? Karena seluruh alam semesta tidak terjadi begitu saja “harus” ada penciptanya. Logikanya: bila apapun “harus” ada penciptanya, siapa pencipta Tuhan? Bila Tuhan dapat “ada” dengan sendirinya, mengapa tidak begitu dengan alam semesta?
Atribut2 “MAHA” pada Tuhan saling bertentangan dan tidak masuk akal. Apakah mungkin Sang Maha Pencipta menciptakan sesuatu yang Maha Berat hingga tak bisa diangkat oleh Sang Maha Kuasa?
Keberadaan Kejahatan, bencana dan hal buruk lainnya apakah mungkin diciptakan oleh Sang Maha Pengasih dan Penyayang? Atau oleh iblis atau manusia? Siapa pencipta iblis dan manusia? Apakah mungkin menciptakan sesuatu yang begitu jahat dan mengerikan tapi tetap menyadang gelar Maha Pengasih dan Penyayang.
Paling lama manusia bisa berbuat kejahatan selama 60-70 tahun mungkin 100 tahun. Apakah sang Maha Adil pantas membakarnya di api neraka abadi? Untuk apa Sang Maha Tahu menciptakan manusia yang Dia tahu pasti masuk neraka.
Sebegitu sulitkah bagi Sang Maha Kuasa untuk menampakkan diriNya di hadapan manusia? Sang Maha Pengasih dan Penyayang lebih baik mengorbankan utusan2 untuk dibunuh dan disiksa oleh orang yang tidak percaya.
Terima kasih banyak atas waktu yang diluangkan untuk merespon tanggapan saya. Maaf, saya agak malu untuk memperkenalkan diri secara formal dikarenakan rendahnya pengetahuan saya atas agama. Saya punya agama, lahir dari keluarga beragama, dari kecil sampai sekarang pergi ketempat ibadah 2-4 kali dalam sebulan. Tapi terus terang saya sulit melihat kehadiran Tuhan sebagai sosok yang logis dan nyata. Ibu saya bilang Tuhan bukan untuk di-mengerti tapi di-imani, tapi sulit bagi saya untuk beriman bila tidak percaya, untuk percaya saya butuh bukti, paling tidak penjelasan yang masuk akal. Sayangnya tidak ada orang2 sekitar yang bisa meyakinkan saya. Saya tidak mau beriman, bila harus percaya secara membabi buta.
Bila Tuhan ada. Sebagai satu2nya spesies dgn akal budi di bumi, tentunya sangat masuk akal, bila manusia dituntut olehNya untuk memakai akal budi dalam mencari kebenaran.
Janganlah ada rahasia, karena tidak habis ilmu dibagi
Bila anda punya jawabannya, bolehlah kita berdiskusi.
Disini boleh, e-mail pun oke. Terima kasih yang sebesar2nya.
Bila beragama tidak dapat dilakukan tanpa adanya konsep ketuhanan. Maka tidak ada agama di dunia ini yang bisa diterima akal sehat, karena konsep Tuhan saja sudah tidak masuk akal.
Mengapa harus ada Sang Pencipta? Karena seluruh alam semesta tidak terjadi begitu saja “harus” ada penciptanya. Logikanya: bila apapun “harus” ada penciptanya, siapa pencipta Tuhan? Bila Tuhan dapat “ada” dengan sendirinya, mengapa tidak begitu dengan alam semesta?
Atribut2 “MAHA” pada Tuhan saling bertentangan dan tidak masuk akal. Apakah mungkin Sang Maha Pencipta menciptakan sesuatu yang Maha Berat hingga tak bisa diangkat oleh Sang Maha Kuasa?
Keberadaan kejahatan, bencana dan hal buruk lainnya apakah mungkin diciptakan oleh Sang Maha Pengasih dan Penyayang? Atau oleh iblis atau manusia? Siapa pencipta iblis dan manusia? Apakah mungkin menciptakan sesuatu yang begitu jahat dan mengerikan tapi tetap menyadang gelar Maha Pengasih dan Penyayang.
Paling lama manusia bisa berbuat kejahatan selama 60-70 tahun mungkin 100 tahun. Apakah sang Maha Adil pantas membakarnya di api neraka abadi? Untuk apa Sang Maha Tahu menciptakan manusia yang Dia tahu pasti masuk neraka.
Sebegitu sulitkah bagi Sang Maha Kuasa untuk menampakkan diriNya di hadapan manusia? Sang Maha Pengasih dan Penyayang lebih baik mengorbankan utusan2 untuk dibunuh dan disiksa oleh orang yang tidak percaya.
Terima kasih banyak karena telah meluangkan waktu untuk saya.
“Mengapa harus ada Sang Pencipta? Karena seluruh alam semesta tidak terjadi begitu saja “harus” ada penciptanya. Logikanya: bila apapun “harus” ada penciptanya, siapa pencipta Tuhan? Bila Tuhan dapat “ada” dengan sendirinya, mengapa tidak begitu dengan alam semesta?”
Yang bisa saya simpulkan dari jawaban anda: Otak manusia terbatas/dibatasi sehingga jawaban untuk pertanyaan di atas tidak mungkin didapat. Teori Big Bang tidak membuktikan keberadaan Tuhan. Sistem alam semesta yang kompleks bekerja berdasarkan hukum alam, seperti gaya gravitasi, hukum kekekalan energi dan hukum2 alam lainnya yang belum terdefinisi manusia. Apakah semua itu ada penciptanya? Belum ada bukti yang mengarah ke sana.
Ini pertanyaan yang sangat simpel. Apakah Tuhan yang Maha Pencipta dapat menciptakan sesuatu yang begitu beratnya sehingga tak bisa diangkat oleh Tuhan sendiri Sang Maha kuasa? Apakah sesuatu itu tidak relevan.
“Keberadaan kejahatan, bencana dan hal buruk lainnya apakah mungkin diciptakan oleh Sang Maha Pengasih dan Penyayang? Atau oleh iblis atau manusia? Siapa pencipta iblis dan manusia? Apakah mungkin menciptakan sesuatu yang begitu jahat dan mengerikan tapi tetap menyadang gelar Maha Pengasih dan Penyayang.”
Yang bisa saya simpulkan dari jawaban anda: “Manusia diciptakan oleh Tuhan adalah dg sifat baik dan buruk”, berarti Tuhan menciptakan sifat baik & sifat buruk. Adalah tidak logis bagi saya, melihat sesuatu sebagai yang Maha Suci sekaligus pencipta sifat buruk. Bernapas atau tidaknya saya juga tidak membuktikan keberadaan Tuhan yang Maha pengasih dan penyayang, tapi semata2 bukti bahwa saya adalah mahluk hidup.
“Paling lama manusia bisa berbuat kejahatan selama 60-70 tahun mungkin 100 tahun. Apakah sang Maha Adil pantas membakarnya di api neraka abadi? Untuk apa Sang Maha Tahu menciptakan manusia yang Dia tahu pasti masuk neraka.”
Saya baru sadar kalau pertanyaan saya bodoh. Maaf, saya men-generalisasi.
“Sebegitu sulitkah bagi Sang Maha Kuasa untuk menampakkan diriNya di hadapan manusia? Sang Maha Pengasih dan Penyayang lebih baik mengorbankan utusan2 untuk dibunuh dan disiksa oleh orang yang tidak percaya.”
Pertanyaan saya di atas juga bodoh.
Point saya: Sang Maha Kuasa bagaimanapun caranya, mampu & perlu membuat keberadaannya dipercaya oleh seluruh mahluk di alam semesta dan bukan hanya oleh sebagian orang di bumi. Mengapa hal ini perlu? Karena Sang “Maha” Pengasih & Penyayang akan melakukan apapun agar semua mahluk terhindar api neraka. Ujian adalah hal yang tidak relevan bagi Sang “Maha” Tahu.
Saya tidak menentang keberadaan Tuhan. Lebih tepatnya, saya “tidak tahu” apakah Tuhan ada. Mengapa saya “tidak tahu”, karena bukan hanya indera penglihatan saja yang tidak dapat menyaksikan keberadaan Tuhan, tapi ke-4 indera yang lain pun tidak dapat merasakan kehadiranNya. Bahkan akal budi yang merupakan pemberian terbesar Tuhan pada umat manusia tidak dapat menjelaskan Tuhannya secara logis. Lagipula yang saya pertanyakan adalah konsep ke-Tuhan-an menurut agama2 yang secara umum diyakini oleh umatnya. Walau tidak ada 2 agama yang persis sama, tapi semua agama yang berke-Tuhan-an memiliki konsep yang kurang lebih sama tentang Tuhan, yaitu “AWAL” dari segalanya, Maha kuasa, Maha pencipta, Maha Tahu, dan berbagai atribut ke-Maha-an lainnya. Dengan konsep yang begitu “luar biasa dahsyatnya”nya, apapun yang ada di alam semesta tidak akan mampu menjadi bukti akan keberadaanNya. Mungkin satu2nya yang dapat membuktikan keberadaan Tuhan adalah Tuhan itu sendiri.
Menurut saya, anda masih memberikan penjelasan berdasarkan keyakinan anda. Apakah keyakinan anda adalah “kebenaran sejati”? Saya rasa bukti2 & teori2 yang ada masih belum valid. Bagaimanapun saya sangat berterima kasih atas waktu yang telah anda luangkan. Walau penjelasan anda belum memuaskan saya, tapi sangat membuka wawasan dan membantu saya melihat dari berbagai sisi yang berbeda. Sampai jumpa di lain kesempatan.
Terima kasih banyak karena telah meluangkan waktu untuk saya.
Kenapa Muhammad ditunjuk menjadi utusan-Nya? pasti karena Muhammad adalah orang yang paling bersih hatinya BUKAN orang yang paling cerdas/genius. Dan sudah jelas pula inti ajaran islam adalah dalam rangka “membersihkan hati” bukan supaya pintar otaknya. Hanya hati yg bersih yg dapat menangkap sinyal frekuensi dari-Nya.
Assalamu’alaikum,
Subhanallah luar biasa tulisan mas Rhk, sangat baik sekali. sangat menambah wawasan baru bagi saya. smoga bisa terus menulis topik-topik yg lain.
salam kenal
nb: ingin menyumbang petunjuk utk pertanyaan jocelyn ttg keberadaan Tuhan yang tidak bisa dirasakan oleh pancaindra, walaupun penjelasan mas sudah sangat gamblang. Untuk bisa merasakanNYA gunakanlah Hati.
Komentar Qualified , rasional dan professional serta dengan hati nurani yang mendalam
saya menghimbau kepada semuanya pilihlah agama yang jelas dan masuk di akal, adapun cara melihat kalo menurut saya, agama yang benar adalah:
Yang very- verty important dan high priority lihat dari prinsip ketuhanannya & dan kitab sucinya yang dibawa oleh pembawa nya pertama kali, please!!! jangan lihat dari lain-lainnya dan saling meledek/menyalahkan agama satu sama lainnya dengan membuat blog-blog yang menghujat tanpa memakai alasan yang jelas, memakai gambar yang dikarang karang dengan imajinasi orang yang dulu waktu agama itu di ajarkan padahal kita belom ada dimasa jamannya yesus, nabi2 dan rasul tapi kita gaya dan seakan tau muka yesus kayak gitu, muka muhammad kayak gini, kelakuan nya kayak gini, sifat2nya kayak gini, digambarkan kayak karikatur muka yesus atau muhamad ( itu menunjukan tidak qualified orang yang menggambar, padahal dia aja baru lahir di abad 20)muka sang budha kayak gitu, dewa hindu ada manusia ada juga seperti hewan,padahal kita bahkan nenek moyang (7 turunan kita aja belom lahir di jaman itu,dan juga jaman itu ga ada photo dan kamera manual atau pun digital, ga ada pensil menggambar dan cryon melukis wajah kok berani- berani menggambar kan sosok tuhan & rasul, ini sudah ga jelas kita harus profesional dan qualified dalam melihat bukan hanya menghina aja yang tanpa alasan karena sakit hati dan cari2 kesalahan satu sama lainnya dengan membolak balik ayat dalam kitab2 dan apalagi percaya pada orang yang menulis buku2 mengenai agama yang dianggap sebagai dasar kita berdebat, jadi jelas akan saling membingungkan ( saling ngeledek satu sama lain)mengenai pembawa ajaran agamanya dan ataupun siapapun utusannya jangan dilihat karena akan saling ngeledek satu sama lainnya, bukan berarti siapa yang paling benar, otak anda dan pikiran anda sebagai manusia yang berotak dan berakal tidak bisa menipu batin dan otak anda sendiri
Adapun penjelasan
1.lihat prinsip ketuhanan : kalo tuhan lebih dari satu sudah ga jelas, karena tuhan adalah esa otomatis , dia zat yang esa , zat tunggal ga bisa di gabung2 kayak rumus kimia, dua dalam satu, 3 in one, 4 in 1, kalo zat dia sempat di gabung berarti otomatis dia bukan esa karena untuk membentuk dia aja perlu unsur berapa zat(roh)gabungan,ga punya anak ga punya bini ataupun gendaan, dia tunggal tidak ada istilah 3 in one, 2 in one or 4 in one itu berti ga tunggal ada kerjasama, ga power perlu kerja sama dan ini masuk akal…
sifat tuhan juga ga bisa di gambarkan sama akal manusia, yang terbatas mengira2 bentuk wajah tuhan kayak gini kayak gitu, kalo tuhan atau dewa kayak mausia ataupun binatang itu menunjukan tuhan punya batas (sebatas manusia, dewa atau binatang) , padahal tuhan itu maha luas dan maha besar tak ada batasnya, bahkan jangan kan bentuk kayak manusia, bumi, planet dan alam se isinya aja tak sebesar kebesaran tuhan kok berani berani gambar kan tuhan bentuk dewa, hewan dll, ini menggambarkan ke tidak qualified dan rasional kita menilai, padahal kita punya akal dan hati nurani yang ga bisa di bohongi, adanya keterpaksaan hati menerima karena nenek moyang kita sudah nganut agama yang kita anut sekarang, jadi kita hanya ikut-ikutan tanda belajar memahami siapa dan apa itu tuhan sebenarnya tanpa unsur malu dan keterpaksaan, kalo memang tuhan di gambar seperti apa yang saya sebutkan diatas berarti sudah ga jelas ni agama, itu hanya karang2 nenek moyang kita (bapak -kakek kita) yang sudah salah dalam memahami , ikut-kutan dari buyut-buyutnya..tuhan mukanya kayak gini..kayak perempuan manis,laki ganteng kayak binatang kaki empat dll, akhirnya jadi turun temurun, marilah kita sadari dan belajar memahami kebenaran dengan akal dan hati nurani siapa itu tuhan pencipta alam semesta yang maha besar dan maha luas, kita tidak bisa melihat dia tapi dia maha melihat makluknya sampai sekecil- kecil virus ataupun ada yang lebih kecil dari itu, Dia lah yang mengatur semua ini , jangan akal kita di buat sempit dan keterpaksaaan
2. masalah kitab suci, kalo ada perubahan2 kitab, otomatis agama nya udah ga jelas, kitab itu dari wahyu tuhan yang esa, otomatis apa yang di wahyukan ga bisa salah, sesuai dengan perkembangan zaman berlaku karena dia tuhan maha benar dan ga pernah salah dan tidak bisa dirubah rubah dengan cara apapun karena akan terjaga oleh tuhan dengan perantaraan ada banyak orang yang menghafal kitab itu dari zaman ke jaman dan bahasanya harus satu bahasa, kalo memang terjemahan ya biar tau artinya, karena di rubah ke bahasa lain bisa terjadi salah arti( misalkan kata dan atau, demikian,karena, dari dan lain lain yang memuat makna arti yang berbeda), dan otomatis bukan bahasa inggris karena yang jelaskan di turun kan bukan di daerah eropa tidak mungkin ada revisi ataupun versi-versi segala kalo, ada revisi itu otomatis sudah ga jelas kitab agama tersebut
Setelah sudah memahami apa yang di jelas kan diatas dengan sendiri nya kita bisa faham dengan akal dan hati nurani tanpa unsur malu dan keterpaksaan, karena apabila kita selalu menolak dengan tidak ada alasan yang jelas dengan akal dan hati nurani kita berarti kita sudah ga memakai rasio, otak dan akal fikiran kita tapi memakai sifat keterpaksaan karena malu dan sakit hati karena nenek moyang kita yang dulunya sudah memeluk agama yang kita anut yang sudah jelas- jelas salah dan ga masuk akal dan hati nurani, marilah belajar mengenal Tuhan yang sebenarnya jangan sempit pikiran, hati dan otak kita menilai
Dan pada intinya sudah nampak jelas mana yang benar dan mana yang salah tinggal kita saja yang memilih, mau pilih salah apa benar ? kalo pilih salah dari prinsip ketuhanan dan kitab suci otomatis seluruhnya ajaran, hukum, filsafat sudah salah besar, Cuma kadang kita selalu melihat dari oknum orang/manusia yang menganut agam tersebut, kelakuannya & sifat-sifat yang bagus dan jelek yang dilakukan penganut agam tersebut kita langsung memvonis agama tersebut salah, bukan unsur pembuat kelakuan bejat itu yaitu manusia begitu pula bila manusia itu berbuat baik dan menolong kita langsung memvonis bahwa agama ini bagus diikuti karena contoh orang yang mengikutinya baik tanpa kita melihat dan akal prinsip ketuhanan dan kitab agama tersebut lancang kali kita membenarkan ini dan menyalakan itu,
Untuk itu saya sarankan marilah pakai hati dan nurani kebenaran jangan pakai hati dan nurani keterpaksaan dan buta karena ego, cari-cari keselahan dan malu ( yang sudah dibutakan setan/iblis kualat, Dasar keparat kau iblis/ setan laknat penggoda dan pembohoooong dari kebenaran ketuhanan, yang selalu membuat manusia berbeda pendapat tentang ketuhanan tanpa memakai akal dan fikiran serta hati nurani manusia yang sudah di anugrahi tuhan,
saya doa kan semoga tuhan melaknat kamu dan keturunanmu sampai akhir zaman/kiamat…Amin.)
remind : Hidup hanya sekali, dan ingat penyesalan selalu datang terakhir , salah pilih menyesal & akan di bawah sampai mati, taubat lah selagi masih hidup, karena otomatis kita akan pertanggung jawabkan semau atas pilihan kita sewaktu masih hidup, dan itu pasti, kalo ga pasti berarti Tuhan ga adil, alasan ilmianya karena banyak orang lahir kedunia catat dan banyak lahir juga sehat, jangan kira yang sehat ga pertanggung jawab sehatnya di hadapan tuhan, enak kali kalo gitu, begitu juga orang kaya dan miskin akan dipertanggung jawab kan kekayaaan nya dapat dari mana dan dikeluarkan ke mana? dan ini menunujukan keadilan tuhan dan tidak ada yang bisa membantu kita selain apa yang kita usahakan sendiri waktu di dunia, kalo ada ajaran agama yang bilang ada jaminan masuk surga atau yang penebus dosa itu hanya dokrin dan propanganda, karena surga dan neraka di alam lain tidak bisa dibuktikan dan jelas, beda sama kita yakin tuhan itu ada karena kita bisa melihat ciptaan nya yang luar biasa bumi dan langit, dan ini masuk akal sehat, ajaran yang menjamin atas tebusan dosa ini adalah ajaran yang sangat sombong , alasan ilmiah karena seakan lebih tau surga dan neraka duluan , pada hal surga dan neraka ga bisa nampak (tapi pasti ada) otomatis sesat, alsan ilmiah nya : orang mandi kok kita yang basah, siapa yang mandi dia yang basah, siapa yang berusaha dia yang dapat, kita seharusnya bersukur karena tuhan sudah memberi peringatan dengan hadir nya begitu banyak rasul & nabi/pembawa kebenaran tapi kita selalu membantah kebenaran dengan tidak pakai alasan yang jelas tanpa melihat prinsip ketuhanan yang di bawahnya, karena sudah dari nenek moyang kita agama yang dianut sama tanpa mau mempelajari kebenaran
dan ajaran agama yang selalu menampak kan tuhan atau tuhan bisa di gambarkan seperti manusia (laki/perempuan/ binatang/dewa dll) adalah agama yang materialistic, karena tidak bisa percaya kalo ga ada gambarnya (materialist) atau batasan tuhan padahal secara ilmiah tuhan ga bisa di lihat dan dipikirkan dan diangan2 kan wajahnya dan body nya kayak apapun, kalo sempat dapat di gambarkan otomatis materialist dan ini artinya zat tuhan terbatas sekali dengan kata lahin tuhan ga maha besar, ini lah kesombongan orang dulu (kakek nenek moyang yang salah, memenrimah ajaran kalo nampak dan bisa dilihat mata baru percaya, jadi sengaja di buat gambar-gambar tuhan) mari saudara Ku pikirkan secara professional dan qualified & rasional bukan hanya pakai akal saja tapi pakai hati juga pikirnya
Regards
aldy
Yg menjadi pertanyaan bagisaya adalah: apakah arti dan Makna dari Agama itu….?? karna ketika kita berbicara Agama maka Yg dibahas adalah masalah IDEOLOGI /PEMAHAMAN/AJARAN. dan juga kebanyakan orang di luar sana memahami Agama itu sebagai Kepercayaan. sehingga Yg timbul adalah suatu perpecahan, karna ditiap-tiap agama memiliki ajaran Yg berbeda.
JADI APA ITU AGAMA
FAUST
(Monolog Faust Dalam Adegan 1)
1.
Filsafat, ilmu hukum dan kedokteran
Telah kupelajari, juga ilmu agama
Setelah mati berikhtiar akhirnya sia-sia
Aku disebut sarjana, bahkan doktor
Namun tak merasa lebih pandai dari sebelumnya
Kedudukankku dipandang tinggi dan dipercaya
Tak peduli yang kulakukan salah atau benar
Sepuluh tahun sudah dengan getir kubimbing
Mahasiswa-mahasiswaku dengan batang hidung ini
Pengetahuan telah meremukkan tulang belulangku
Dan ternyata mustahil.. Walau begitu
Aku tak merasa lebih bndoh dibanding sarjana
Mana pun, para doktor, ahli agama
Dan para pendeta yang tolol itu.
Yang merongrongku dan bikin gemas
Bukan lagi perasaan berat dan keraguan
Tidak pula Neraka atau Kejahatan
Sebab aku telah melampauinya
Aku sudah bertobat untuk tak berlagak
Sok pandai. Mengajar orang-orang
Dan membaptiskan mereka jadi manusia
Aku tidak kaya karenanya, tak pula terhormat
Bahkan anjing pun tak mau hidup sepertiku
Karena itu aku akan mohon pertolongan
Kepada Ilmu Sihir, mungkin ia bisa menuntunku
Mengenal rahasia terdalam kehidupan
Dan kalau ilmu sihir sudah kupelajari
Segala peristiwa yang tak kukenal sebelum ini
Akan kuketahui dengan mudah
Walau pun harus melalui jalan berliku-lku.
Kemudian kuharap dapat kuperoleh
Dan kukuasai inti kehidupan yang ngikat dunia
Dari sumbernya, kudapat bibit murni kejadian
Hingga dapat kukendalikan kekuatan produktifnya
Dengan itu akan mudahlah kukendalikan dunia
Hanya dengan perintah dan kata-kata
2
Kemuraman dan kegelapan ini
terus mencekikku Sedangkan matahari
yang terang benderang di sana
Memancarkan sinarnya dan senja pun tiba
Menembus kaca-kaca berukir, menggerayangi
Tumpukan buku yang dimakan cacing,
bercampur debu.. Merangak di loteng sumpeg ini,
penuh kertas berserak .Juga gelas dan peti
dan aneka perabot yang morat-marit
Begitulah duniaku, tak lebih.
Karena itu hatiku tersaruk-saruk
Aku bertanya: Haruskah aku dijajah
Oleh aneka keharusan yang tak bisa di mengerti
Ini? Begitu menyayat seperti irisan sembilu.
Dan celakanya lagi, aku tetap mau bertabah
D an sabar. Atau mungkin memang begtulah
Tuhan mencipta manusia, membungkuskan
Dan membalutkan pada jiawanya: Asap,
Tanah, dulang belulang rengsa
Lantas maut tak berdaging sebagai pengatupnya
Aku ingin terbang, meninjau seberang sana
Negeri tak bertuan itu: Ini primbon tua
Dari Nostradamus, menyimpan ribuan rahasia
Mudah-mudah bisa menolongku
Bila aku paham ilmu nujum dan tanda-tanda
Alam kupahamo, jiwaku akan kokoh lagi.
Ah percuma juga. Omong kosong ini
Hampir kusabngka lambang-lambang suci adanya—
Wahai Setan, datanglah kau! Kemarila kau
Lebih dekat, jika kau mendengarku
Jawablah aku!
Monolog pada malam hari saat Faust putus asa dan nyaris bunuh diri. Petikan ini sampai Faust memanggil kekuatan jahat atau Mefistopeles).
MONOLOG FUST II
1
Harapan sesungguhnya tidak kecil
Hanya pikiran yang ragu membuatnya nihil
Semua ini tergantung pada kesabaran
Dan keuletan kita, pada ikhtiar keras
Seperti kemauan kuat kita menggali tanah
Untuk mendapatkan tambang logam atau batubara
Kita akan bersyukur juga kelak
Jika yang kita dapatkan
Ternyata hanya seekor cacing
Siapa gerangan berani menahan arus
Yang mengalir deras di sekelilingnya
Dengan gairah dan semangat berkobar-kobar?
Namun aku harus berterima kasih kepada meraka
Rakyat kecil yang miskin, teraniaya dan polos
Karena merekalah yang mendorongku bangkit
Dari keadaan yang begitu nista ini
Yang merobek jaringan urat syarafku.
Penderitaan mereka sungguh dahsyat,
Dan menghantuiku, sehingga kecillah
Arti kehadiranku di dunia
2
– Seolah seperti mendapat pencerahan
Faust melanjutkan monolog:
Sebagai bayang-bayang Tuhan
Sekarang aku merasa memancarkan kebenaran
Cahaya langit mulai menerangi hatiku
Dan bersujudlah aku seakan tak berarti
Namun tanganku tak sanggup menadahnya
Aku merasa lemah dan kerdil
Sekaligus merasa besar, O Nasib!
Beginilah kau mencampakkan aku
Pada ketakpastian seperti ini
Pegangan apakah yang bisa kugunakan
Setiap yang kulakukan tak lebih dari kesedihan
Yang begitu menghambat. Kejahatan
Telah mencerai-beraikan pikiran
Hingga aku tak mampu lagi
Melihat dunia dengan jernih dan terang.
Dan jika harapan yang kelihatannya indah
Dan gemerlapan, sedang melayang di awang-awang
Ruang sempit yang sesak ini pun
Segera pula mengepungku hingga tak bisa bergerak
O Diri, kau begitu gelisah, kaucakar dirim.
Memang, dalam topeng barunya, nasib
Kerap menimbulkan rasa gairah
Namun kelak pada gilirannya, seperti
Kepada rumah, tanah, harta, istri dan anak
Dalam hidup ini sebenarnya
Kita hanya menampar-nampar udara
Dan yang tak pernah hilang
Hanya rasa sedih dan kecewa.
FAUST MEMBUKA BUKU DAN MENULIS
Tertera dalam kitab yang dikatakan suci ini:
”Pada mulanya adalah Kata!” Apa artinya ini?
Aku tak percya kata-kata dapat merubah dunia
Kini tiba saat membuat tafsir baru
Coba yang ini, “Pada mulanya adalah Pikiran!”
Namun mukadimah ini harus diuji
Apa betul pikiran dapat mencipta dunia baru?
Mungkin lebih bak kutulis
“Pada mulanya adalah Kekuatan!
Ah, tapi penaku sudah tak sabar
Dan kuragukan kekuatan dapat merubah
Dunia dan menciptakan yang baru.
Kni nuraniku menuntunku dan membisikkan
Apa yang sebenarnya kuinginkan, sekarang
Bacalah, “Pada mulanya adalah perbuatan!”
(Terjemahan: Abdul Hadi W. M).
Sdra Mas. Rkh,
Penggunaan patung dlm ibadah ummat Buddha hanya sebagai arah Kiblat saja tidak yang lain2. karna saat itu setelah guru Buddha meninggal para penerusnya Bikhu2 menentukan kearah mana para ummat nanti beribadah. Maka diTetapkan dimana patung Buddha diletakan kearah situlah mereka bernamasakara (menghomrat). Tetapi memang dalam perkembangan selanjutnya perWujudan Buddha ini bisa dipakai sebagai objek dalam pemusatan meditasi tetapi tidak mutlak ObjekNya hanya Buddha saja.
Memang benar sang Buddha tidak mengajarkan tentang KeThuanan, tidak mengajarkan bukan berati tidak Percaya adaNya yang maha Mutlak/absolute
apa yang sang Buddha katakan dalam Tripitaka ada yang Tersurat dan ada Yang Tersirat tergantung ummat yang memahaminya…